Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak-anak bermain di taman
ilustrasi anak-anak bermain di taman (pexels.com/anastasiashuraeva)

Intinya sih...

  • Mengajarkan anak gaya hidup ramah lingkungan sejak dini melalui permainan sederhana

  • Buat mainan dari barang bekas untuk mengenalkan konsep daur ulang dan meningkatkan kemampuan bermain pura-pura anak

  • Ajak anak berkebun, jadikan jalan-jalan sebagai petualangan alam, dan kenalkan thrifting serta toy swap sejak dini

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mengajarkan anak gaya hidup ramah lingkungan bisa dimulai sejak usia dini. Lewat permainan sederhana, mereka bisa belajar mencintai alam, memahami proses daur ulang, hingga menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan. Selain menyenangkan, cara ini juga efektif membentuk kebiasaan baik yang bertahan hingga dewasa.

Dikutip dari BBC, Ben Ballin dari National Association for Environmental Education (NAEE) menjelaskan, bahwa rasa peduli lingkungan mulai berkembang sejak kecil. Kontak positif dengan alam juga bermanfaat bagi kesehatan mental dan kesejahteraan di semua usia. Yuk, simak cara mengenalkan gaya hidup ramah lingkungan melalui permainan berikut!

1. Buat mainan sendiri dari barang bekas

ilustrasi anak sedang bereksperimen (pexels.com/gabbyk)

Mengajak anak membuat mainan dari barang bekas adalah cara seru untuk mengenalkan konsep daur ulang. Aktivitas ini menjadi momen bonding yang menyenangkan sekaligus mengajarkan mereka menghargai benda yang dimiliki. Anak pun merasa bangga karena mainannya lahir dari kreativitas mereka sendiri.

Selain mengasah imajinasi, kegiatan ini membantu anak mengenali barang mana yang masih bisa dimanfaatkan ulang. DIkutip dari BBC, menurut Alys Mathers, terapis bicara, membuat mainan dari bahan daur ulang dapat meningkatkan kemampuan bermain pura-pura anak. Mereka juga belajar mengenali ukuran, tekstur, dan bentuk benda.

2. Ajak anak belajar memilah sampah

ilustrasi sukarelawan membersihkan pantai (pexels.com/ronlach)

Mengajarkan anak membedakan sampah organik, anorganik, dan daur ulang bisa dimulai dari instruksi sederhana. Misalnya, meminta mereka meletakkan kotak sereal di tempat daur ulang atau membuang plastik ke tempat sampah biasa. Kebiasaan kecil ini membantu mereka memahami jenis-jenis sampah sejak dini.

Agar lebih seru, kamu bisa membuat permainan dengan warna atau simbol. Alys menjelaskan, bahwa mengenali tekstur benda sambil mempelajari kata-kata baru membantu anak memahami kosa kata seperti keras atau lunak dengan lebih baik. Selain lebih peka, mereka juga terbiasa memerhatikan lingkungan sekitarnya.

3. Lakukan junk modelling untuk melatih imajinasi

ilustrasi menyortir sampah dalam kontainer (pexels.com/gabbyk)

Junk modelling adalah aktivitas membuat benda baru dari barang bekas, seperti roket dari kardus atau monster dari gulungan tisu. Ini cara yang menyenangkan sekaligus mengajarkan konsep “reuse” secara nyata. Anak bebas berkreasi sesuai imajinasi mereka, meski idenya terlihat unik atau acak sekalipun.

Aktivitas ini juga bermanfaat untuk perkembangan bahasa. Anak bisa bercerita mengenai karakter atau fungsi benda yang mereka buat. Menurut Alys, cerita yang anak ciptakan saat bermain imajinatif membantu mengembangkan kemampuan bahasa mereka.

4. Ajak anak berkebun dan merawat tanaman

ilustrasi berkebun bersama anak (pexels.com/rdne)

Mengajak anak menanam benih adalah cara mudah mengenalkan proses alam secara langsung. Mereka bisa melihat bagaimana tanaman tumbuh dan memahami bahwa setiap proses membutuhkan waktu dan perawatan. Hal ini menumbuhkan rasa tanggung jawab sejak dini.

“Alam menciptakan rasa takjub unik yang tidak bisa ditiru lingkungan lain. Fenomena alami yang terjadi di halaman atau taman setiap hari membuat anak bertanya tentang bumi dan kehidupan di dalamnya,” jelas Richard Louv, penulis buku Last Child in the Woods: Saving Our Children From Nature-Deficit Disorder, dikutip dari Child Mind Institute.

Selain itu, berkebun membantu anak memahami tahap-tahap suatu proses. Kamu bisa mengajak mereka menggambar perubahan tanaman dari hari ke hari agar lebih mudah dipahami. Dengan dibuat menjadi permainan, berkebun terasa lebih seru dan bukan pekerjaan rumah.

5. Jadikan jalan-jalan sebagai petualangan alam

ilustrasi anak-anak bermain di taman (pexels.com/anastasiashuraeva)

Jalan-jalan bisa diubah menjadi aktivitas menarik lewat scavenger hunt sederhana. Misalnya, mencari daun berbentuk unik, batu kecil, atau bunga berwarna cerah. Ini membuat anak lebih peka terhadap detail lingkungan sekitar.

Permainan tersebut juga membantu anak memahami pentingnya menjaga alam. Mereka belajar bahwa lingkungan bukan hanya tempat bermain, tetapi juga sesuatu yang perlu dirawat. Dengan begitu, rasa cinta terhadap alam tumbuh secara alami.

“Anak-anak suka bermain di alam, jadi penting memberi contoh bahwa kita harus menjaga taman hingga pantai agar tetap bisa dinikmati,” jelas Alys.

6. Kenalkan thrifting dan toy swap sejak dini

ilustrasi mainan anak (pexels.com/allan-mas)

Mengajak anak ke toko barang preloved atau melakukan pertukaran mainan adalah cara efektif mengenalkan gaya hidup minim limbah. Mereka belajar bahwa barang bekas tetap bisa dipakai dan memiliki nilai. Selain ramah lingkungan, kegiatan ini juga membantu menghemat pengeluaran.

Kegiatan ini melatih anak membuat keputusan. Mereka belajar memilih mainan mana yang ingin disimpan dan mana yang bisa diberikan kepada orang lain. Dari sini, anak memahami konsep konsumsi bijak sekaligus pentingnya berbagi.

Mengenalkan anak pada gaya hidup ramah lingkungan sebenarnya tidak harus rumit. Lewat permainan sederhana, mereka bisa belajar merawat alam sambil tetap bersenang-senang. Kebiasaan kecil yang dibangun sejak dini akan membuat mereka tumbuh menjadi pribadi yang lebih peduli dan siap menjaga bumi di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team