Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)
Terkadang, keputusan childfree dapat bersifat sementara untuk beberapa pasangan gen Z dan milenial. Beberapa pasangan mungkin memilih menunda memiliki anak untuk fokus pada karier atau eksplorasi diri, namun kemudian memutuskan untuk memiliki anak saat merasa lebih siap secara emosional dan finansial. Meskipun demikian, ada juga pasangan yang memilih keputusan childfree dan tetap bertahan sepanjang hidup mereka.
Gen Z dan milenial, baik yang memilih childfree maupun punya anak, memiliki suara yang netral terkait ‘apakah keputusan childfree bersifat sementara?’ Sebanyak 44,6 persen gen Z dan milenial memilih suara yang netral, disusul dengan 20,6 persen yang cukup setuju dengan statement ini. Jika dilihat dari data jawaban survei, mayoritas gen Z dan milenial yang memilih childfree memang memiliki trauma di masa kecilnya. Narasumber berinisial DSA (29) sempat memilih childfree, namun akhirnya ia saat ini memiliki anak. Bagi dia, keinginan childfree ini bersifat sementara, karena gak bisa dimungkiri, ia dan pasangan sesekali berdiskusi terkait memiliki anak.
"Mungkin karena latar belakang kami memilih childfree disebabkan oleh 'dendam' masa lalu, jadi ada bayangan bahwa kami bisa berubah pikiran ketika luka batin udah mulai pulih,” tambahnya.
Selaras juga dengan narasumber berinisial PA (25) yang memilih childfree, ia mengungkapkan bahwa bisa jadi keputusan childfree ini memang bersifat sementara. Karena faktor utama ia memilih childfree adalah ‘kekhawatiran’.
"Mungkin, kalau aku bisa lebih siap (secara mental), aku juga siap untuk punya anak. Tapi sementara, untuk aku dan pasangan, sejauh ini ternyata masih banyak nih goals yang harus kita lakukan.Ternyata masih banyak juga dari diri ini yang harus dibenahi sebagai orangtua. Karena, aku sendiri ada kekurangan misalnya, belum bisa handle emosi atau semacamnya,” tambah PA.
Secara psikologis, Hoshael memaparkan pendapatnya terkait keputusan childfree yang cenderung bersifat sementara,
"Tentang apakah keinginan childfree sementara atau tidak, menurutku sangat tergantung kepada pertimbangan internal dan kondisi eksternal dari individunya, serta interaksi antara pertimbangan dan kondisi tersebut. Contohnya apabila seseorang secara pribadi tidak ingin memiliki anak, tetapi pasangannya ingin memiliki anak (dan secara biologis keduanya tidak ada masalah), maka keinginan childfree tersebut dapat saja berubah. Namun dapat juga keinginan childfree tersebut menetap karena sesuatu yang bersifat prinsipil atau sudah sangat terhubung dengan sistem nilainya sebagai seorang pribadi, di mana hal tersebut sulit berubah meski ada pengaruh eksternal."
Jadi, keputusan childfree ini memang tergantung dari pribadi masing-masing. Mungkin ada beberapa orang yang memang memilih childfree karena belum siap dan masih memendam trauma. Seperti yang disebutkan DSA, jika trauma dan luka batin mulai pulih, mereka berkemungkinan memilih punya anak. Namun, ada juga beberapa orang yang memang sudah berprinsip untuk childfree. Bisa dikatakan, keputusan terkait masalah ini memang bersifat personal dan bergantung pada individu masing-masing.