ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/olly)
Dalam situasi di mana seorang pria harus memilih antara memenuhi kewajiban terhadap istri atau ibu, ia menghadapi dilema yang kompleks. Islam mengajarkan pentingnya berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur'an dan Hadis, seperti dalam Surat Luqman ayat 14 yang menggarisbawahi bakti kepada orang tua.
Selain itu, hadis dari Abu Hurairah juga menyebutkan ibu sebagai orang yang paling berhak mendapat perlakuan baik. Namun di sisi lain, Islam juga menetapkan kewajiban nafkah terhadap istri, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 233, yang mewajibkan suami memberikan makan dan pakaian yang layak.
Dalam kondisi seperti ini, Imam An-Nawawi menyarankan, jika seseorang harus memilih, ia boleh mengutamakan nafkah istri asalkan kewajiban nafkah terhadap ibu tetap terpenuhi, jika ibu tersebut adalah orang yang berhak menerima nafkah. Hal ini sejalan dengan prinsip tariqhatul jam‘i, yaitu cara menggabungkan kedua kewajiban tersebut tanpa mengabaikan salah satu. Meskipun demikian, penting bagi suami untuk menjaga perasaan ibunya dan, jika perlu, menyembunyikan prioritas ini untuk menghindari perasaan tersinggung dari ibu.
Demikianlah Islam membimbing agar kedua kewajiban ini bisa dipenuhi dengan seimbang. Memberi prioritas pada nafkah istri dalam konteks keuangan sambil tetap menjaga hubungan baik dengan ibu. Dengan memahami prinsip-prinsip fiqh dan melibatkan empati dalam keputusan sehari-hari, seorang muslim dapat mengelola kewajiban ini dengan adil.