Ilustrasi anak perfeksionis merasa gagal dan putus asa saat nilai ulangan tidak mencapai standar sempurna (pexels.com/RDNE Stock Project)
Sebagai orangtua dari generasi millenial, penting bagi kamu untuk dapat memahami perbedaan antara memiliki standar tinggi dan menjadi perfeksionis. Orangtua yang memiliki standar tinggi akan mendorong anaknya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup, sebaliknya orangtua yang perfeksionis akan menuntut hasil yang sempurna.
Amy Morin, LCSW, seorang psikoterapis dari Universitas Northeastern, Boston, Amerika Serikat, melalui laman Verrywell Family mengungkapkan bahwa pola asuh perfeksionis atau perfectionist parenting membuat anak meyakini jika standar tertinggi tidak tercapai berarti ia sudah gagal.
Pola asuh yang perfeksionis juga dapat membuat anak melakukan upaya yang merugikan orang lain atau melanggar norma demi mendapatkan hasil yang sempurna. Misalnya, anak bisa saja mencontek saat ulangan dengan harapan mendapatkan nilai yang sempurna, hal ini ia lakukan karena ia menganggap orangtua lebih menghargai nilai ulangan yang sempurna daripada kejujuran yang ia miliki.
Anak yang dibesarkan dengan perfectionist parenting beranggapan bahwa dirinya harus sempurna, hal ini membuat mereka lebih berisiko mengalami masalah kesehatan mental. Lewat laman Verrywell Family, Amy Morin juga menambahkan, anak-anak ini cenderung menyembunyikan gejala yang kesehatan mental di depan orangtuanya, karena mereka merasa harus menampilkan sosok sempurna di depan orangtuanya.
Permasalahan mental health yang dialami anak akibat perfectionist parenting ini kemungkinan besar karena perfeksionisme sudah menular kepada anak. Anak yang perfeksionis akan merasa berat menghadapi kenyataan-kenyataan di sekitarnya ketika tidak sesuai dengan standarnya, akibatnya mereka justru mudah menyerah pada keadaan.
Melansir laman Psych Central, ada perbedaan mendasar antara berusaha melakukan yang terbaik dan berusaha mencapai kesempurnaan. Seseorang yang perfeksionis akan mengorbankan apa pun demi mencapai targetnya. Maka tak heran jika anak perfeksionis juga bisa jadi tumbuh menjadi "People pleasure".
Dunia ini tidak akan pernah perfect, maka yang dibutuhkan anak bukan orangtua yang sempurna, tetapi orangtua yang sanggup menerima kesalahan dan dengan tulus membantu anak berdiri tegak di kakinya sendiri.