Jemaah haji asal Papua Barat Kloter 25 Embarkasi Makassar saat hendak diberangkatkan ke Tanah Suci dari Aula Mina Asrama Haji Sudiang, Senin dini hari (19/5/2025). (Dok. Kemenag Sulsel)
Hubungan suami istri diperbolehkan pada saat sudah tahallul. Ada 2 tahapan tahallul yang harus dijalankan saat haji. Maka, diperbolehkannya setelah menempuh tahallul kedua yakni tawaf ifadah yang umumnya dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijah atau sudah melaksanakan empat kewajiban.
Adapun 4 kewajiban yang dilakukan adalah melempar jumrah aqabah ketika memasuki tanggal 10 Dzulhijjah, menyembelih kambing (hanya untuk jamaah haji tamattu dan qiron, jamaah haji ifrad tidak perlu), tawaf ifadah, dan potong rambut.
Ketika sudah melakukan 2 dari 4 hal yang diwajibkan pada tanggal 10 Dzulhijah, meliputi melempar jumrah aqabah kemudian potong rambut, maka itu sudah dinamakan tahallul pertama. Jika sudah melakukan tahallul pertama, kita diperbolehkan untuk ganti pakaian biasa. Kita sudah boleh memakai wewangian pula. Tapi, hubungan suami istri masih belum diperbolehkan.
Hubungan suami istri diperbolehkan kalau sudah melaksanakan 4 kewajiban, termasuk sudah melakukan tawaf ifadah. Tawaf ifadah yang dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijah, boleh langsung diselesaikan atau ditunda (berdasarkan pendapat beberapa ulama).
Seandainya ada jamaah yang sudah jadwalnya pulang dan belum tawaf ifadah, maka diperbolehkan. Namun, itu artinya ia masih memiliki tanggungan tawaf ifadah. Karenanya, walau dia sudah pulang, hubungan suami istri masih belum diperbolehkan.
Jadi, kapan pasutri boleh berhubungan kembali? Jawabannya adalah ketika mereka sudah melaksanakan seluruh kewajiban haji, termasuk tawaf ifadah.
Itulah waktu yang dihalalkan untuk berhubungan suami istri saat haji. Sekali lagi, pastikan sudah menyelesaikan tawaf ifadah agar dapat kembali dapat melakukannya selepas ibadah haji.
Penulis: Amanda Rayta Putri