Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi melempar popcorn (pexels.com/Gustavo Fring)

Film dan novel romantis disukai banyak orang. Lain dengan genre seperti sejarah dan thriller yang memiliki peminat lebih terbatas. Namun, tentu saja gak semua orang menyukai cerita romantis. Bahkan beberapa orang seperti alergi dan membencinya. Ibaratnya, mereka lebih suka tidur di waktu luang ketimbang menyaksikan drama atau membaca kisah romantis.

Apa sih, yang membuat beberapa orang anti sekali pada genre romansa? Tentu mereka tidak menolak gagasan adanya dua orang yang saling mencintai dan segala persoalannya. Kisah cinta sepasang insan merupakan hal yang biasa. Mereka sendiri juga pernah mengalami sehingga tak mengingkarinya.

Namun, ada hal-hal terkait cara cinta ditampilkan dalam film serta novel yang membuat mereka sebal saban coba menikmatinya. Kalau kamu tahu teman atau pasanganmu gak suka film dan novel romantis, mending jangan memaksanya ikut menikmatinya bersamamu. Sikap antinya mungkin dilatarbelakangi lima penyebab berikut.

1. Menganggapnya jauh dari kehidupan nyata

ilustrasi membaca (pexels.com/Iván Cauich)

Perihal cinta memang selalu mewarnai kehidupan siapa saja. Tak hanya cinta romantis yang melibatkan sepasang kekasih, melainkan juga cinta pada keluarga dan teman. Akan tetapi, menurutnya drama romantis terlalu berlebihan dalam menggambarkan hubungan antara dua orang atau beberapa tokohnya.

Sebagai contoh, sering kali ada tokoh utama yang sifat romantisnya luar biasa tinggi. Memang tokoh ini menjadi magnet kuat bagi mereka yang terbuai oleh setiap adegan serta kata-katanya yang sangat romantis. Bahkan bahasa nonverbalnya seperti lirikan dan sentuhan tangannya pada lawan main seakan-akan membuat penonton atau pembaca hampir pingsan.

Namun, sosok seromantis ini hampir tidak pernah ditemukan di dunia nyata. Orang yang tak menyukainya berpikir tokoh rekaan seromantis itu cuma bikin banyak orang kecewa mendapati pasangan masing-masing kurang romantis. Padahal bukan pasangannya yang dingin, melainkan ekspektasi mereka yang menjadi tidak realistis akibat terlalu terpengaruh kisah fiksi.

2. Pernah dalam relasi yang sangat romantis, tapi akhirnya tersakiti

ilustrasi menonton film (pexels.com/Ron Lach)

Rasa trauma bisa mengubah kesukaan seseorang. Sama seperti orang yang tadinya senang menyaksikan film thriller. Namun setelah ada peristiwa tragis yang benar-benar terjadi di sekitarnya, ia berubah tak mau lagi menonton film dengan genre tersebut. Ada rasa takut kalau-kalau apa yang terdapat dalam film bakal menjadi kenyataan.

Demikian pula orang dengan trauma terkait percintaan. Tayangan serta bacaan romantis bisa terasa seperti omong kosong belaka buatnya. Walaupun dulu dia pun menggemarinya, kini pandangannya malah berubah amat negatif. Ia merasa sudah membuktikan sendiri bahwa keromantisan bukan jaminan hubungan bakal langgeng dan bahagia.

Ingatan akan hubungannya yang dahulu selalu diwarnai dengan adegan romantis tetapi berakhir memilukan kini membuatnya muak. Dia mungkin sampai kapok menjalin hubungan dengan orang yang romantis. Ia lebih suka pribadi yang cuek, tetapi diam-diam tetap perhatian dengan caranya sendiri. Gak pernah dikasih bunga atau dibuatkan puisi pun tak apa. Terpenting dia gak jago menyakiti hati.

3. Lagi tak menginginkan punya pasangan

ilustrasi membaca novel (pexels.com/ready made)

Tidak semua jomlo menghindari film atau novel romantis. Selain karena dari dulu menyukainya, keinginan untuk segera mempunyai pasangan membuatnya lebih kerap menyaksikan film dan membaca novel percintaan. Angan-angannya tentang hubungan romantis menjadi lebih kuat. 

Itu membantu mereka merasa lebih bahagia sekalipun pasangan yang dinantikan belum muncul. Akan tetapi, orang yang sedang menikmati kesendiriannya cenderung gak suka dengan keromantisan dalam segala bentuk hiburan. Hatinya tengah tak mudah tersentuh dengan hal-hal yang berkaitan dengan cinta.

Sebagai contoh, alih-alih mendambakan pasangan, seseorang sedang mengejar cita-cita. Kesehariannya dipenuhi aktivitas belajar serta bekerja keras. Pilihan tontonan dan bacaannya pasti cenderung ke arah motivasi untuk memperjuangkan mimpi. Kelak prioritasnya sudah tercapai dan dia mulai tertarik dengan hubungan cinta, seleranya pun akan bergeser.

4. Membuatnya merasa payah dalam percintaan

ilustrasi menonton film (pexels.com/Gustavo Fring)

Tokoh-tokoh romantis dalam film serta novel juga bisa terasa mengintimidasi sebagian orang. Mereka yang gak romantis otomatis merasa tidak nyaman menyaksikan atau membaca sikap-sikap penuh perhatian dalam kisah fiksi tersebut. Sebagai contoh, boro-boro mereka mengusap tepi bibir pasangan yang belepotan bumbu makanan.

Sering kali mereka malah cuma mentertawakan pasangan dan membuatnya sebal. Atau, paling banter mendorong kotak tisu ke arahnya. Mereka sama sekali tak terpikirkan tentang membersihkan noda bumbu makanan itu langsung dengan jarinya. Demikian pula adegan tokoh selalu membukakan pintu mobil atau menarik kursi untuk pasangan.

Bila mereka pergi ke rumah makan dan hanya ada satu kursi di meja, pasangannya biasanya mengambil kursi sendiri. Soal pintu mobil juga buka sendiri-sendiri. Apalagi saat hujan, bukankah masing-masing lebih cepat masuk ke mobil akan lebih baik? Adegan tokoh rela hujan-hujanan demi membukakan pintu dulu buat pasangannya bikin mereka merasa realistis, tetapi sekaligus payah dalam hal menciptakan keromantisan.

5. Seolah-olah hidup hanya tentang cinta

ilustrasi membaca (pexels.com/Yaroslav Shuraev)

Banyak film dan novel romantis dirasa kurang mengangkat sisi lain kehidupan masing-masing tokohnya. Sehingga seakan-akan dunia ini hanya berisi tentang kisah dua orang yang dilanda asmara. Meski kedua tokoh bekerja, sedikit sekali cerita tentang rutinitas kerja mereka yang diangkat. Isinya pacaran melulu.

Tentu saja dari segi pembuatan film dan novel, hal seperti ini dapat dimaklumi. Cerita yang mengangkat lebih banyak aspek kehidupan berarti kerja ekstra. Butuh lebih banyak tokoh dan keharusan memikirkan supaya semua bagian cerita tetap menarik. Jangan sampai kisahnya kompleks, tetapi sisi romansanya malah menjadi lemah.

Namun untuk sebagian penonton dan pembaca, kisah yang berkutat pada asmara saja menjadi memuakkan. Pikir mereka, mana bisa sepanjang waktu hanya memikirkan cinta? Padahal pekerjaan menumpuk, meeting dari pagi sampai malam, gaji tidak naik-naik, atasan sering marah, dan sebagainya. Kisah yang berkutat pada soal cinta terlalu gak masuk akal untuk mereka.

Orang yang gak suka film dan novel romantis bukan berarti bakal bersikap dingin pada pasangannya. Buat beberapa orang, lebih nyaman melakukan sendiri tindakan romantis pada pasangannya daripada sekadar menonton atau membaca adegan seperti itu. Jika mereka hanya di posisi penonton atau pembaca, rasanya malah risi sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team