Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bermain game (unsplash.com/SCREEN POST)
ilustrasi bermain game (unsplash.com/SCREEN POST)

Menghindar dari kebiasaan buruk memang menjadi tantangan. Justru beberapa orang memilih bertahan dengan sikap dan perilaku tersebut. Kebiasaan buruk terasa mudah dilakukan. Bahkan kita merasa puas dan tidak terbebani setelahnya. Ini sangat berbanding terbalik saat kita melakukan suatu kebaikan.

Terkadang rasa heran muncul mengenai fenomena tersebut. Bagaimana mungkin kebiasaan buruk justru terasa lebih mudah. Sedangkan kebiasaan baik terasa berat untuk dijalani. Ternyata ini tidak terlepas dari berbagai alasan. Kurang lebih, ada lima penjelasan mengapa kebiasaan buruk terasa mudah dilakukan.

1. Efek kepuasan instan

ilustrasi selfie (pexels.com/Ivan Samkov)

Pada faktanya kita kerap dihadapkan dengan sejumlah kebiasaan buruk. Contohnya seperti sikap menunda-nunda, atau kebiasaan buruk yang berpotensi membawa kerugian dalam jangka panjang. Tapi seolah kita tidak mau menyadari jika kebiasaan buruk ternyata dapat menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

Terdapat beberapa alasan mengapa kebiasaan buruk terasa mudah dilakukan. Salah satu yang paling mendominasi adalah efek kepuasan instan. Kita cenderung merasa bahagia setelah melakukannya. Contohnya memilih menunda-nunda pekerjaan dan mendahulukan bermain game atau scrolling media sosial.

2. Kondisi lingkungan yang mendukung

ilustrasi bermalasan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Banyak orang sebenarnya ingin mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik. Tapi bagi mereka melakukan hal tersebut tidak mudah. Ada faktanya akan tetap kembali pada kebiasaan yang lama dengan alasan mudah dilakukan.

Ini terjadi karena faktor lingkungan yang memang kurang mendukung. Kadang, lingkungan mendorong terbentuknya kebiasaan buruk. Misalnya, berada di sekitar teman-teman yang merokok atau bekerja di tempat yang membuat stres. Situasi ini mendorong perilaku perilaku serupa.

3. Tidak adanya support untuk berbenah

ilustrasi bermalasan (pexels.com/George Milton)

Kebiasaan buruk yang saat ini dilakukan pada faktanya akan membawa penyesalan dalam jangka panjang. Tapi tidak semua orang mau menyadari untuk berbenah. Beberapa diantaranya memilih bertahan dalam kebiasaan buruk karena terasa mudah dilakukan.

Hal ini terjadi karena tidak adanya support untuk berbenah. Kebiasaan buruk mungkin terasa nyaman, sehingga tidak ada dorongan kuat untuk berhenti melakukannya. Orang sering kali membutuhkan motivasi besar atau kesadaran akan dampak negatif yang serius untuk mau mengubahnya. Dan orang-orang sekitar tidak bisa menjadi sumber motivasi tersebut.

4. Stres dan kebutuhan untuk melampiaskan

ilustrasi makan junk food (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Mungkin kamu heran dengan kebiasaan buruk yang terasa mudah dilakukan. Tentunya berbanding terbalik saat kita membiasakan diri dengan hal-hal yang baik. Pada kenyataannya, kebiasaan-kebiasaan baik justru terasa ketat dan membebani.

Mengapa ini bisa terjadi? Salah satunya faktor stres dan kebutuhan untuk melampiaskan emosi. Kebiasaan buruk sering muncul sebagai mekanisme pelarian dari stres, kecemasan, atau emosi negatif. Misalnya, makan berlebihan, merokok, atau menghabiskan waktu di media sosial.

5. Kebiasaan buruk terlihat lebih mudah diakses

ilustrasi junk food (pexels.com/Tim Samuel)

Apakah kamu berpikir bahwa kebiasaan buruk sangat mudah dilakukan? Mungkin sudah ada niat untuk berbenah menjadi yang lebih baik. Tapi dengan akhir yang sama, selalu menyerah dan kembali pada kebiasaan buruk lama.Terdapat alasan kuat di balik fenomena tersebut.

Kebiasaan buruk terlihat lebih mudah untuk diakses. Contoh sederhananya, jika di rumah tersedia camilan tidak sehat, lebih mudah untuk mengambilnya daripada mencari pilihan sehat. Atau jika kita ingin produktif, lebih mudah membuka media sosial yang penuh distraksi daripada memulai pekerjaan yang membutuhkan fokus.

Beberapa orang tidak mampu keluar dari kebiasaan buruk yang sudah mengakar kuat. Mereka beranggapan kebiasaan-kebiasaan ini terasa mudah dilakukan. Seperti memberikan efek kepuasan instan. Atau sebagai sarana pengalihan stres dan emosi. Untukmu yang masih bertahan dalam kebiasaan buruk, apakah kamu juga memiliki alasan tersendiri?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team