Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menutup wajah dengan buku (pexels.com/George Milton)
ilustrasi menutup wajah dengan buku (pexels.com/George Milton)

Intinya sih...

  • Beberapa orang enggan mengakui hobi membaca buku karena takut tidak bisa menjawab pertanyaan atau merasa tidak cukup pintar
  • Hobi membaca kadang dianggap sebagai ajang pembuktian di era serba pamer pencapaian, membuat sebagian individu malu mengakuinya
  • Orang yang suka membaca buku seringkali merasa tidak nyaman karena terlalu banyak pertanyaan dan ekspektasi dari orang lain
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ketika ada pertanyaan tentang apa hobimu atau apakah membaca buku jadi hal yang kamu minati? Sebagian orang mungkin dapat dengan mantap menjawab kalau mereka amat gemar membaca buku. Tapi, tidak dengan beberapa orang lainnya. Nyatanya, ada pula sebagian individu yang menolak mengakui identitas mereka sebagai orang yang suka membaca.

Kamu mungkin bingung, mengapa ada orang seperti tipe kedua tadi? Bukannya seseorang yang gemar membaca buku, jarang mendapat pandangan negatif dan lebih sering menerima pujian? Nah, agar kamu gak penasaran, sebenarnya ada alasan tersendiri mengapa seseorang enggan mengakui dirinya yang hobi membaca buku. Berikut ini penjelasannya!

1. Bingung kalau diajak bahas isi bukunya

ilustrasi mendadak bingung (pexels.com/Alexander Suhorucov)

“Wah, kamu suka baca buku? Bagus dong! Jadi, buku terakhir yang kamu baca tentang apa?”

Pertanyaan di atas mungkin terlihat sederhana. Tapi, untuk menjawabnya sebenarnya tidak semudah itu, lho. Beberapa orang mungkin berekspektasi bahwa mereka yang suka membaca buku, pasti bakal lancar sekali bila diajak berdiskusi tentang buku. Sayangnya, tidak semua orang mampu seperti itu. Ada sebagian individu yang justru lebih sering kebingungan saat ditanya mengenai buku yang telah dibacanya. 

Selain menyebutkan judul buku, paling hanya bisa menjelaskan garis besar dari setiap buku. Makanya, daripada mengaku suka membaca buku, tapi berakhir mendapat pandangan negatif hanya gara-gara tidak mengingat sebagian besar isinya. Beberapa orang memilih menyembunyikan identitas mereka sebagai sosok yang gemar membaca buku.

2. Takut dianggap sosok pintar dan tahu banyak hal

ilustrasi pria membaca buku (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Biarpun pandangan di atas terkesan positif, bukan berarti orang yang diberi label tersebut bisa langsung menerimanya. Sebab, masih ada sebagian orang yang merasa kalau diri mereka belum cukup sesuai untuk dianggap sebagai sosok yang pintar dan tahu banyak hal. Mereka takut kalau pandangan seperti itu dapat menjadi bumerang, manakala diri mereka tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan orang-orang.

Padahal, sebagai orang yang suka membaca buku pun, bukan berarti bakal otomatis bisa menjawab segala pertanyaan yang diajukan setiap orang. Maka, demi menghindari label atau pandangan seperti tadi, beberapa orang pun memilih menyembunyikan jati diri mereka, demi menghindari ekspektasi berlebihan dari individu lain.

3. Khawatir mendapat ejekan soal pilihan buku yang dibaca

ilustrasi pilihan bacaan (pexels.com/Kaboompics.com)

Sekadar mengaku pada orang lain bahwa diri kita hobi membaca buku, mungkin tidak akan menyebabkan apa-apa. Lain halnya, ketika mereka mulai bertanya soal daftar buku yang pernah kita baca. Di sinilah permasalahan dapat muncul. Beruntung kalau bertemu seseorang yang dapat menghormati pilihan bacaan kita.

Tapi, kalau kebetulan berjumpa dengan sosok yang suka menghakimi maupun mengejek selera bacaan kita, cuma gara-gara kita sering membaca buku fiksi, novel romansa, atau buku dengan judul-judul mainstream lainnya. Tentu bukan hal yang salah bila diri kita berubah dari yang sebelumnya terbuka soal hobi membaca buku, kini memilih untuk tidak lagi blak-blakan mengakuinya.

4. Malu karena jumlah buku yang dibaca tidak banyak

ilustrasi meminjam buku (pexels.com/Mikhail Nilov)

Di zaman serba pamer pencapaian seperti sekarang, hobi membaca pun kadang ikut jadi ajang pembuktian. Ketika melihat postingan orang lain yang mengumumkan bahwa mereka telah membaca banyak buku dalam jangka waktu tertentu, setelahnya timbul perasaan minder pada diri kita yang hanya mampu membaca sedikit buku saja.

Meskipun agak kurang tepat untuk menilai hobi membaca seseorang berdasarkan jumlah buku yang mereka baca. Tapi, ada sebagian individu yang merasa malu mengakui kegemaran mereka dalam membaca. Mereka merasa kalau diri mereka masih belum sepenuhnya memenuhi kualifikasi untuk dianggap sebagai kutu buku atau orang yang doyan membaca buku.

5. Tidak nyaman hobinya diusik orang lain

ilustrasi membaca dalam ketenangan (pexels.com/cottonbro studio)

Ketika kita secara terbuka mengakui hobi kita soal membaca buku, kadang ada sebagian orang yang terlalu kepo bertanya banyak hal, mulai dari menanyakan buku apa yang sedang kita baca saat ini, sudah sejauh mana progres membacanya, mengapa tidak membuat ulasan buku, mengapa tidak join komunitas pecinta buku, dan lain sebagainya.

Mungkin sekilas pertanyaan-pertanyaan tadi terkesan seperti basa-basi biasa. Tapi, kamu perlu memahami bahwa ada sebagian individu yang tidak nyaman ketika dicecar banyak pertanyaan seperti itu. Maka, jangan heran bila seseorang enggan mengaku kalau mereka gemar membaca buku, walau aslinya suka diam-diam melakukannya di kamar. Mungkin saja, ia memang tidak suka ketika kegemarannya diusik oleh orang lain.

Bahkan, dari pertanyaan sepele seperti, "apakah kamu suka membaca buku atau tidak?", bisa menjadi pertanyaan yang sulit buat dijawab oleh sebagian kalangan. Akibat ekspektasi berlebihan dan beberapa anggapan buruk, sebagian orang pun jadi takut untuk mengakui kalau mereka hobi membaca buku. Semoga setelah membaca tulisan ini, kita semua dapat saling menghargai pilihan bacaan maupun kebiasaan membaca masing-masing.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team