Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi gaya hidup konsumtif (pexels.com/Max Fischer)
ilustrasi gaya hidup konsumtif (pexels.com/Max Fischer)

Banyak orang tanpa sadar jika dirinya terjebak dalam sikap konsumtif. Ia rela melakukan pengeluaran besar-besaran untuk suatu hal yang tidak penting. Akibat kebiasaan tersebut, tanpa disadari jika kebutuhan utama justru terbengkalai.

Tapi kita tidak sadar jika budaya konsumtif sebenarnya merusak keteraturan hidup yang sudah terjaga. Padahal ini yang berpotensi besar merusak keseimbangan hidup. Sebagai upaya mengantisipasi, kita harus mengenali kebiasaan buruk ini lebih jauh. Bagaimana cara budaya konsumtif merusak keteraturan hidup yang sudah terjaga? Berikut lima diantaranya.

1. Dengan menumbuhkan kebiasaan boros

ilustrasi konsumtif (pexels.com/Freestocks.org)

Sikap konsumtif kerap menjadi kebiasaan yang mendominasi diri. Bahkan kita rela melakukan pengeluaran besar-besaran hanya untuk menuruti kepuasan sesaat. Tanpa disadari jika sikap konsumtif ternyata dapat merusak keteraturan hidup yang sudah terjaga dari awal.

Orang yang memiliki sikap konsumtif akan tumbuh kebiasaan boros. Ia tidak memiliki pemikiran matang mengenai pengeluaran yang dilakukan. Ia memilih terjebak dalam gaya hidup hedon dan berfoya-foya. Kondisi keuangan selalu lebih besar pasak daripada tiang.

2. Keuangan yang tidak stabil

ilustrasi dompet kosong (unsplash.com/Emil Kalibradov)

Kestabilan finansial memang menjadi kunci penting untuk meraih kehidupan yang sejahtera. Dengan kondisi keuangan yang terjaga, kita memperoleh akses pendidikan, kesehatan, maupun aspek-aspek penting hidup dengan lebih baik. Tapi hal berbeda terjadi saat kita menjadi orang yang terlalu memanjakan diri dengan kebiasaan konsumtif.

Tanpa disadari akan merusak keteraturan hidup yang sudah terjaga. Kita dihadapkan dengan kondisi keuangan yang tidak pernah stabil. Pengeluaran selalu lebih besar daripada pemasukan. Tidak menutup kemungkinan kita akan dihadapkan dengan utang yang membengkak.

3. Terjebak stres dan kecemasan

ilustrasi merasa tertekan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Siapa yang menginginkan keteraturan hidup rusak? Tentu ini menjadi situasi yang paling dihindari. Ketika keteraturan hidup sudah tidak terkendali, seseorang akan jatuh dalam keterpurukan. Bahkan kualitas hidup mengalami penurunan secara terus-menerus.

Ternyata ini menjadi salah satu cara budaya konsumtif dalam merusak keteraturan hidup. Kebiasaan boros dan kondisi finansial yang tidak stabil akan memicu stres dan kecemasan. Seseorang terjebak penyesalan dan rasa bersalah karena tidak mampu mempertimbangkan keputusan berbelanja dengan baik.

4. Keterbatasan waktu dan prioritas

ilustrasi melihat waktu (pexels.com/JESHOOT)

Sikap konsumtif tentu menjadi kebiasaan yang harus segera dihilangkan. Karena ini yang akan merusak keteraturan hidup secara keseluruhan. Terutama dari cara kita dalam mengenali prioritas.

Kebiasaan konsumtif seringkali menguras waktu sekaligus finansial. Contohnya saat berbelanja, seseorang tanpa sadar menghabiskan waktu lama sekaligus membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Ini menggeser fokus dari aspek-aspek hidup yang penting, sehingga prioritas hidup menjadi tidak teratur.

5. Ketidakmampuan untuk bersyukur

ilustrasi boros (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kehidupan yang sudah berjalan teratur seharusnya dipertahankan. Kita harus mampu membentengi diri dari sikap dan perilaku konsumtif. Tapi sebagian orang, mereka justru memilih mempertahankan kebiasaan kurang baik tersebut. Tanpa disadari jika budaya konsumtif sebenarnya memiliki cara kuat dalam merusak keteraturan hidup.

Kita tumbuh menjadi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk bersyukur. Terlalu sering membeli barang atau pengalaman baru bisa membuat seseorang tidak lagi menghargai hal-hal sederhana. Kesenangan selalu terikat pada konsumsi, bukan pada kebahagiaan dari hal-hal mendasar.

Budaya konsumtif ternyata memiliki cara tersendiri dalam merusak keteraturan hidup yang sudah terjaga. Dari kebiasaan boros dan keuangan yang tidak stabil, kita akan terjebak stres dan kecemasan dalam jangka panjang. Bahkan tumbuh menjadi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk bersyukur. Semua kembali lagi pada diri sendiri, apakah kamu mau menghadapi situasi tersebut, atau menghindari?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team