ilustrasi salat Ied (unsplash.com/Abdullah Mukadam)
Naskah ini dimaksudkan untuk mengajak jamaah melakukan intropeksi selama bulan Ramadan. Khotbah ini bermaksud untuk bertanya kepada diri jemaah apakah sudah menjadi pribadi yang muttaqin. Berikut naskah khutbah dengan tema “Layakkah Kita Merayakan Kemenangan?” dilansir NU Online.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Wasiat takwa senantiasa dan akan terus mengawali setiap khutbah. Karena dalam kehidupan abadi di akhirat kelak, tidak ada yang bermanfaat bagi kita kecuali takwa dan amal saleh. Untuk itu, mengawali khutbah yang singkat ini, kami berwasiat kepada kita semua agar senantiasa berusaha untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta'ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh larangan.
Hadirin jemaah salat Idul Fitri rahimakumullah,
Selama satu bulan penuh kita telah menjalani pendidikan dan pelatihan di Madrasah Ramadan. Selama menempuh pendidikan di Madrasah Ramadan, kita tidak hanya dididik untuk memperbaiki hubungan dengan Allah Ta'ala, tetapi juga dilatih untuk memperbaiki hubungan dengan sesama hamba.
Pada hari ini, di hari raya ini, kita semestinya merayakan kemenangan sebagai orang-orang yang berhasil melewati berbagai rintangan selama menjalani pendidikan di Madrasah Ramadan. Kita rayakan keberhasilan kita menundukkan hawa nafsu. Kita rayakan kesuksesan kita mengalahkan tipu daya setan. Kita rayakan kemenangan karena kita telah melewati Ramadan dengan berbagai ibadah dan kebaikan.
Di hari raya ini, kita juga semestinya merayakan kelulusan dari Madrasah Ramadan dengan meraih predikat sebagai orang-orang yang bertakwa. Sebaliknya, jika keluar dari Madrasah Ramadan kita belum menjadi pribadi yang bertakwa, belum berhasil menundukkan hawa nafsu dan masih kalah dengan tipu daya setan, pantaskah di hari yang fitri ini kita merayakan kemenangan? Layakkah kita berhari raya? Sejatinya, apa yang kita rayakan pada hari raya ini jika kita belum benar-benar menjadi orang-orang yang bertakwa?
Hadirin jemaah salat Idul Fitri yang berbahagia,
Ramadan tiada lain adalah madrasah yang menempa diri kita menjadi pribadi yang lebih baik, yaitu pribadi yang memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Pribadi yang melakukan kewajiban kepada sesama hamba dan kewajiban kepada Allah SWT.
Ketika menjalani pendidikan dan pelatihan di Madrasah Ramadan, kita ditempa untuk menerima berbagai pelajaran. Di antaranya:
Pertama, Takwa. Tujuan utama dari puasa adalah la'allakum tattaquun. Artinya, puasa Ramadan diwajibkan agar menjadi wasilah bagi kita untuk meraih ketakwaan. Ketika berpuasa, kita mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan syahwat makan, minum dan syahwat-syahwat lainnya.
Kita melakukan hal itu tiada lain karena kecintaan kita kepada Allah lebih besar daripada kecintaan kita kepada diri kita sendiri. Di bulan Ramadan, kita dilatih untuk mempuasakan seluruh anggota badan semampu yang dapat kita lakukan.
Mata berpuasa sehingga tidak melihat yang haram. Lisan berpuasa sehingga tidak mengucapkan perkataan yang diharamkan. Begitu pula, hidung, telinga, tangan, kaki dan sekujur badan ikut berpuasa sehingga tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan.
Bahkan jika mampu, hati juga ikut berpuasa. Puasanya hati adalah mencegahnya secara total dari pikiran-pikiran duniawi dan segala hal selain Allah ta'ala.
Kedua, Ikhlas, yakni melakukan ketaatan semata-mata karena Allah. Puasa mengajarkan kepada kita keikhlasan dan menghindarkan diri dari niat ingin memperoleh pujian dari sesama.
Puasa seorang mukmin adalah rahasia antara dirinya dan Allah. Tiada yang mengetahui puasanya kecuali Allah dan dirinya sendiri.
Jika mau, sangat mudah bagi kita untuk melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tanpa diketahui oleh orang lain lalu kita tampakkan seolah-olah diri kita masih berpuasa. Kenapa hal itu tidak kita lakukan? Karena niat kita lillaahi ta'aalaa, bukan karena yang lain dan tidak bertujuan memperoleh sanjungan dari sesama makhluk.
Ketiga, Sabar. Di Madrasah Ramadan, kita dilatih dan dididik untuk bersabar. Dengan berpuasa, kita belajar sabar dengan tiga jenisnya sekaligus: sabar dalam melakukan ketaatan, sabar dalam menjauhi kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi musibah.
Selama Ramadan, kita bersabar dalam melakukan salat-salat fardu maupun sunah, sabar dalam membaca Al-Qur'an, sabar dalam beriktikaf di masjid dan sabar dalam menjalankan berbagai amal kebaikan yang lain. Kita juga sabar dalam meninggalkan syahwat makan, minum, berhubungan badan dengan istri dan syahwat-syahwat lainnya mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Kita juga dilatih bersabar dalam menghadapi rasa lapar dan rasa haus dan merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang tidak seberuntung kita.
Keempat, Mujahadah. Puasa mengajarkan kepada kita untuk melakukan mujahadah, yaitu berjuang menghadapi hawa nafsu dan godaan setan dalam berbagai bentuknya.
Kelima, Menjaga lisan. Puasa mengajarkan kepada kita untuk menjaga lisan jangan sampai mengatakan ucapan yang tidak diridlai Allah. Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dosa dan perbuatan dosa, maka Allah tidak akan menerima puasanya." (HR. Bukhari)
Keenam, Mengendalikan amarah dan tidak membalas keburukan dengan keburukan. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa maka janganlah bersikap keji dan jangan bertindak bodoh, jika ada orang yang mengganggunya atau mencacinya maka hendaklah ia berkata: aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa." (HR Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, Menjaga persatuan, kebersamaan dan saling tolong menolong serta berempati kepada orang yang membutuhkan. Madrasah Ramadan mengajarkan kepada umat Islam untuk bersatu dan saling tolong menolong.
Tentu persatuan yang berlandaskan kesatuan akidah. Salat tarawih berjemaah, tadarus Al-Qur'an bersama, berbuka puasa bersama di waktu yang sama, berbagi takjil di jalanan, iktikaf bersama di masjid, hingga kegembiraan menyambut hari raya yang sama, itu semua adalah jembatan yang menghubungkan antarhati yang sebelumnya mungkin saling membenci, perekat antarjiwa yang sebelumnya mungkin saling memusuhi serta wasilah yang mendekatkan antarwarga yang sebelumnya mungkin saling menjauhi. Lalu zakat di akhir Ramadan adalah perwujudan dari semangat saling tolong menolong dalam kebaikan dan membantu saudara-saudara sesama muslim yang membutuhkan.
Kedelapan, Menyambung dan mengokohkan tali silaturahim. Ada tradisi yang baik di kalangan kita menjelang berakhirnya bulan suci Ramadan, yaitu tradisi weweh, cinjo, atau tinjo. Tradisi ini sejatinya diambil dari ajaran Islam yang memerintahkan kita memperbanyak sedekah di bulan Ramadan dan bersilaturahim pada momen menjelang dan pada saat hari raya.
Tradisi tersebut dilakukan dengan cara mengirim makanan, minuman, sembako, atau kue hari raya kepada kerabat dan sanak saudara. Rasulullah SAW bersabda:
"Sedekah kepada orang miskin adalah terhitung sedekah sedangkan sedekah kepada kerabat terhitung dua: sedekah dan silaturahim." (HR at Tirmidzi dan an Nasa'i)
Kesembilan, Mengingat kematian dan kehidupan akhirat. Ada juga tradisi yang sangat baik yang biasa kita lakukan di akhir bulan Ramadan, yaitu nyekar: ziarah ke makam keluarga yang telah meninggal. Rasulullah SAW bersabda:
"Lakukanlah ziarah kubur karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat." (HR Al Baihaqi)
Hadirin yang mudah-mudahan ditinggikan derajatnya oleh Allah,
Itulah sembilan di antara sekian banyak pelajaran dari Madrasah Ramadan. Jika kesembilan pelajaran itu telah menghiasi diri kita baik di bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan, sungguh kita termasuk orang-orang yang mulia menurut Allah Ta'ala.
Alangkah indah dan bahagianya kita jika telah menjadi pribadi yang bertakwa, ikhlas dalam menjalankan ketaatan, selalu bersabar, kuat menundukkan hawa nafsu dan mengalahkan godaan setan, mampu menjaga lisan, dapat mengendalikan amarah dan tidak membalas keburukan dengan keburukan, menjaga persatuan dan kebersamaan dengan saudara sesama muslim, senantiasa menyambung silaturahim, serta memperbanyak sedekah serta selalu mengingat kematian dan kehidupan akhirat.
Lebih dari itu apalagi yang kita inginkan? Dengan menerapkan 9 pelajaran itu secara istikamah, kita telah menjadi hamba yang diridhai Allah dan kelak kita akan meraih kebahagiaan yang sejati, hakiki dan abadi di akhirat.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah Idulfitri pada pagi hari yang penuh keberkahan ini. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kemampuan dan kekuatan untuk mengamalkan berbagai pelajaran dari Madrasah Ramadan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan mudah-mudahan kita diberikan panjang umur serta dipertemukan kembali dengan Ramadan pada tahun yang akan datang.