5 Fakta Pilu Penderita Kusta di Jepang dalam Novel Pasta Kacang Merah

Manis dan hangat, itulah kesan setelah membaca novel terjemahan dari Jepang berjudul Pasta Kacang Merah karya Durian Sukegawa. Terdiri dari 240 halaman, novel ini menceritakan pertemuan Sentaro, seorang pemuda penjaga kedai dorayaki dengan Tokue, nenek berusia 76 tahun yang ahli membuat pasta kacang merah.
Keahlian Tokue yang didapat selama 50 tahun dilatarbelakangi oleh peristiwa yang tak diinginkannya. Tokue menderita penyakit kusta atau lepra, sekarang disebut sebagai penyakit hansen, yang menyebabkan jarinya agak bengkok.
Mengusut lebih jauh, apa yang dialami Tokue mewakili kisah nyata penyintas kusta di Jepang yang terjadi pada tahun 1900-an. Undang-undang Pencegahan Lepra kala itu mengakibatkan 'ketidakadilan' bagi penderita.
Berikut 5 fakta pilu yang diangkat penulis dalam bentuk fiksi, kisah kelam wabah kusta di Jepang yang perlu kamu tahu!
1. Isolasi membuat pasien kusta jauh dari keluarga
Undang-undang Pencegahan Lepra tahun 1907, 1931, dan 1953 mengharuskan pasien lepra atau kusta di Jepang ditempatkan di sanatroium untuk menghindari penularan penyakit.
Banyak dari mereka yang menghabiskan waktu puluhan tahun di sanatorium. Mantan pasien kusta yang telah sembuh pun tidak diperbolehkan pulang. Mereka dipisahkan dari keluarga.
Dunia mereka sebatas sanatorium, terisolasi dari dunia luar sampai Undang-undang Pencegahan Lepra dihapus pada tahun 1996.
Durian Sukegawa membuka fakta tersebut lewat cerita Tokue dalam kutipan di bawah ini:
"Betul, isolasi penuh. Seumur hidup tidak boleh keluar pagar. Belum lama waktu berlalu sejak undang-undang itu dihapuskan." (hal. 103)
"Aku sudah dinyatakan bebas dari virus tersebut sejak empat puluh tahun lalu. Tapi dulu kami tidak diperbolehkan keluar seperti ini. Waktu tahu aku mengidap penyakit itu, aku baru berusia..." (hal. 103)