Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi membuat anggaran (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sekarang, sebagian orang takut kena permintaan pinjam seratus atau berapa pun nominalnya, agar silaturahmi tak terputus. Saking kesalnya dengan permintaan pinjaman, beberapa orang mungkin sampai memilih menjauh dari mereka yang sering berutang.

Sikap begini kerap disalahpahami pihak lain sebagai tidak mau membantu teman atau saudara yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Mereka tidak tahu bahwa gak semua orang memiliki bujet buat kasih pinjaman.

Mau tiba-tiba diambilkan dari pos kebutuhan tak terduga pun gak mungkin, karena masih banyak hal lain dalam kehidupan mereka yang perlu diantisipasi. Mereka tidak terlalu memusingkan bakal disebut pelit oleh orang lain.

Justru orang yang hendak berutang semestinya belajar memahami keterbatasan kemampuan mereka dalam memberikan pinjaman. Jangan mereka terus yang disalahkan padahal setiap orang punya tanggung jawab masing-masing terkait kondisi keuangannya. Supaya kamu tak mudah marah saat tidak memperoleh pinjaman, mari pahami dulu lima alasan, mengapa seseorang tidak punya bujet utang untuk diberikan padamu.

1. Dia saja masih punya cicilan yang kudu dibayar

ilustrasi menghitung uang (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Cicilan apa pun sebetulnya sama saja dengan utang. Orang yang punya cicilan belum bisa hidup tenang seperti halnya orang yang berutang. Cicilan juga termasuk dalam beban finansial yang berat karena biasanya disertai dengan bunga.

Maka malah aneh kalau orang masih punya cicilan, tetapi longgar soal memberikan pinjaman pada orang lain. Logikanya, uang yang dipinjamkan ke orang lain dapat dipakai untuk cicilan bulan depan atau memperbesar cicilan bulan ini biar cepat lunas. Itulah prioritas bagi seseorang yang masih punya kredit.

Pasalnya makin panjang masa mencicil, makin besar total uang yang mesti dibayarkannya. Seseorang yang memiliki cicilan harus mengatur keuangannya dengan lebih cermat. Selalu merasa tak enak hati dan memberikan pinjaman pada orang lain justru dapat membuat cicilannya gak kunjung berakhir bahkan menjadi menunggak.

2. Gak ada cicilan, tapi harus menabung buat beli kontan

ilustrasi menabung (pexels.com/Karolina Grabowska)

Kalau orang yang masih mencicil pembayaran sesuatu tak menyediakan bujet utang buat orang lain, bukan berarti mereka yang bebas angsuran bisa memberikan pinjaman. Semua orang pada dasarnya punya keinginan membeli berbagai hal. Pilihan pembayarannya bisa kredit atau tunai.

Ketika orang yang memilih membeli secara kredit sudah bisa memakai barangnya, mereka yang ingin membayar kontan mesti jauh lebih bersabar. Mereka harus menabung terus sampai terkumpul jumlah uang yang diperlukan. Makin mahal harga sesuatu yang ingin dibeli, makin keras perjuangannya buat menyisihkan uang.

Selama proses menabung ini, jangankan memberi pinjaman ke orang lain, buat diri sendiri saja dihemat hingga sedemikian rupa. Jika mereka memenuhi permintaan seseorang buat berutang, keinginannya segera memiliki sesuatu menjadi terhambat. Uang yang seharusnya ditabung untuk membelinya malah dipinjamkan pada orang lain.

3. Ada dana sosial, tetapi utang gak termasuk di dalamnya

ilustrasi menghitung uang (pexels.com/Karolina Grabowska)

Jangan sembarangan menyebut orang yang menolak keinginanmu meminjam uang sebagai pelit. Siapa tahu malah dia selalu punya dana sosial, sedangkan kamu sama sekali tak pernah terpikirkan soal itu. Hanya saja, penggunaan dana sosialnya berbeda dari harapanmu.

Kamu ingin ia juga memberikan pinjaman sebagai bentuk kegiatan sosialnya. Namun, untuknya memberikan utang bukanlah aksi sosial. Bujet sosialnya ditujukan buat menyumbang bila ada undangan hajatan, berita kematian, atau disalurkan ke lembaga-lembaga yang tepercaya.

Sifat aksi sosialnya murni pemberian, bukan pinjaman yang perlu dikembalikan. Ini membuatmu bertanya-tanya, kenapa seseorang memberi saja bisa tetapi malah menolak saat kamu bermaksud utang? Bukankah lebih enak buatnya jika kapan-kapan uangnya kembali dengan utuh?

Alasannya adalah murni memberi bikin urusan simpel, sedangkan terlibat dalam masalah utang yang pembayarannya macet pasti ribet. Memberi cenderung menciptakan hubungan yang lebih baik, tetapi persoalan utang dapat merusak silaturahmi. Sedang untuknya langsung memberimu uang, bukan sebagai pinjaman, kamu dianggap gak pantas dan masih mampu berusaha sendiri.

4. Penghasilan yang pas-pasan kudu dicukupkan buat sebulan

ilustrasi pusing bekerja (pexels.com/Andy Barbour)

Orang dengan pendapatan sekadar cukup buat hidup masih memiliki pergulatan dengan urusan kebutuhan dasar. Antara pemasukan dan pengeluarannya hampir setara sehingga buat menabung saja perlu penghematan di sana sini. Dari mana mereka hendak mengisi bujet bakal memberi pinjaman ke orang lain?

Kamu yang sedang sangat berharap memperoleh pinjaman berpikir, bahwa menabung dapat nanti-nanti saja dan yang terpenting membantu sesama dulu. Namun, bagi mereka tentu gak bisa begitu. Mereka tetap perlu menyiapkan bantalan dana kalau-kalau ada berbagai situasi darurat.

Mereka tak akan dapat tenang hanya dengan berpikir kelak bakal dibantu orang lain sebagai karmanya. Sering terjadi orang yang pernah ditolong saja gak ingat lagi pada penolongnya setelah masa sulitnya berakhir. Penghasilan yang terbatas itu mesti benar-benar diatur supaya gak kurang dan ada yang dapat ditabung walau sedikit.

5. Malas karena sukar kembali dan buat gaya hidup

ilustrasi memegang uang (pexels.com/Karolina Grabowska)

Dahulu seseorang barangkali memiliki bujet buat memberikan pinjaman ke orang lain. Namun, anggaran ini akhirnya dihapus karena pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan. Selagi ia bersusah payah bekerja serta menabung, orang lain malah dengan mudahnya berutang guna memanjakan gaya hidup.

Kerja keras serta kesederhanaannya seakan-akan dimanfaatkan saja. Dia tidak anti pada gaya hidup yang berbeda, tetapi tentu saja ia tak mau membiayai kemewahan hidup orang lain. Daripada menyokong gaya hidup orang lain, mending uangnya untuk berbagai keperluan sendiri.

Kalaupun gaya hidup orang-orang yang berutang padanya masih wajar, repot sekali baginya setiap pembayarannya tidak lancar. Ia memerlukan uang tersebut, tetapi pihak yang berutang seperti abai pada kondisinya. Kebaikan yang dibalas dengan keegoisan begini bikin dia trauma dan memilih meniadakan anggaran bakal pinjaman.

Pinjam uang kala benar-benar memerlukannya memang tidak dilarang. Namun, kamu pun mesti memahami bahwa tidak semua orang memiliki bujet buat memberikan pinjaman berapa pun besarannya. Baik orang tersebut mampu atau tidak untuk meminjamkan sejumlah uang, kamu harus tetap bisa menerima penolakannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team