Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tanda obsesi terhadap diri sendiri (pexels.com/Viktoria Slowikowska)
Tanda obsesi terhadap diri sendiri (pexels.com/Viktoria Slowikowska)

Wajar bagi setiap orang untuk memiliki rasa cinta pada diri sendiri. Namun, fokus yang berlebihan pada diri sendiri dapat menjadi bentuk obsesi. Obsesi terhadap diri sendiri adalah fenomena psikologis kompleks yang dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada individu dan hubungan mereka. 

Ketika kamu terobsesi dengan kehidupanmu sendiri, hal itu dapat merusak hubungan, pertumbuhan diri, dan bahkan kesehatan mental. Dengan mengidentifikasi tanda-tanda obsesi pada diri sendiri, kamu dapat segera mencari bantuan untuk bisa berubah menjadi lebih baik. Berikut adalah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kamu terobsesi pada diri sendiri.

1. Terus-menerus mencari validasi di media sosial

ilustrasi media sosial (pexels.com/Pixabay)

Jika kamu sering membuat postingan media sosial dengan harapan mendapatkan banyak like dan komentar, ini menandakan adanya keinginan untuk mendapatkan validasi eksternal. Mengunggah setiap kegiatan yang kamu lakukan atau mengatur persona online untuk mendapatkan persetujuan orang lain bisa sangat melelahkan. Wajar untuk menginginkan pengakuan, tetapi mengandalkan media sosial untuk merasa dihargai mengindikasikan bahwa kamu terlalu fokus pada bagaimana orang lain melihatmu daripada bagaimana kamu melihat diri sendiri.

Ketika jumlah like atau komentar mulai membentuk suasana hati dan kepercayaan dirimu, ini menandakan adanya obsesi yang tidak sehat. Daripada mencari validasi dari orang lain, cobalah untuk membangun harga diri internal dengan berfokus pada pencapaian dan pertumbuhan pribadi. Nantinya, kamu sendiri yang akan merasakan manfaatnya.

2. Selalu mendominasi percakapan

ilustrasi tiga orang sedang berbicara (pexels.com/cottonbro studio)

Apakah kamu sering membicarakan dirimu sendiri? Lalu, saat pembicaraan mulai beralih ke hal lain, kamu selalu mengarahkan percakapan kembali kepada dirimu sendiri. Mendominasi diskusi dengan terus-menerus berbagi pengalaman, pendapat, atau perasaan tanpa memberi orang lain kesempatan untuk berbicara adalah tanda umum dari obsesi terhadap diri sendiri. Orang yang melakukan ini mungkin tidak menyadari bahwa mereka mengesampingkan perasaan atau perspektif orang lain. 

Kebiasaan ini dapat membuat hubungan menjadi tegang, membuat orang merasa tidak didengarkan atau tidak penting. Daripada selalu berbicara tentang diri sendiri, cobalah belajar mendengarkan orang lain secara aktif. Ajukan pertanyaan, tunjukkan minat pada cerita mereka, dan biarkan mereka menjadi pusat perhatian. Hubungan yang sehat dibangun atas dasar saling berbagi dan pengertian.

3. Kesulitan menerima kritik

ilustrasi perempuan sedang marah (pexels.com/Alex Green)

Tanda orang yang terobsesi terhadap diri sendiri sering kali kesulitan menangani segala bentuk kritik. Jika kamu mendapati dirimu menjadi defensif, kesal, atau terlalu sensitif terhadap umpan balik, itu bisa menjadi tanda bahwa kamu terlalu fokus untuk melindungi citra diri. Orang yang terobsesi dengan diri sendiri sering kali melihat kritik sebagai serangan pribadi alih-alih kesempatan untuk berkembang.

Daripada mengambil hati, belajarlah untuk melihat kritik sebagai sesuatu yang membangun. Setiap orang punya ruang untuk perbaikan, dan bersikap terbuka terhadap masukan dapat membantumu tumbuh baik secara pribadi maupun profesional. Jadi, anggaplah kritik sebagai masukan untuk memperbaiki diri.

4. Terobsesi dengan penampilan

ilustrasi bercermin (pexels.com/cottonbro)

Meskipun peduli dengan penampilan adalah hal yang wajar, terlalu fokus pada penampilan fisik bisa jadi merupakan tanda obsesi terhadap diri sendiri. Ini bisa dalam bentuk perawatan diri yang berlebihan, terus-menerus bercermin, atau stres memikirkan bagaimana orang lain menilai penampilanmu. 

Perilaku ini bisa berasal dari kebutuhan batin untuk tampil sempurna  setiap saat. Cobalah alihkan fokus ke aktivitas yang membuatmu merasa baik dari dalam, seperti berolahraga, menekuni hobi, atau mengerjakan tujuan pribadi. Juga, cobalah batasi waktu yang dihabiskan untk berdandan dan memilih pakaian.

5. Kurangnya empati

ilustrasi terlibat dalam kegiatan sosial (pexels.com/RDNE Stock project)

Orang yang terobsesi pada diri sendiri cenderung kurang berempati terhadap orang lain. Jika kamu jarang mempertimbangkan perasaan orang lain atau selalu memprioritaskan kebutuhanmu sendiri di atas kebutuhan orang lain, itu merupakan indikator yang jelas bahwa kamu terlalu terpaku pada diri sendiri. Kurangnya empati ini dapat terwujud dalam sikap acuh tak acuh terhadap masalah orang lain, mengabaikan emosi mereka, atau tidak memberi mereka bantuan saat dibutuhkan.

Meskipun penting untuk menjaga kepercayaan diri, tetapi obsesi dengan diri sendiri dapat menyebabkan perilaku yang tidak sehat. Mengenali tanda-tanda ini dan mengambil langkah-langkah untuk menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan empati, hubungan yang tulus, dan pertumbuhan pribadi dapat meningkatkan kesehatan mental dan hubunganmu. Dengan memahami batas-batasnya, kamu dapat menghargai diri sendiri tanpa terjerumus dalam kesombongan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorEka Ami