Kalau sudah ngomongin atasan atau bos, akan ada begitu banyak anekdot berkeliaran di sekitar kita. Mulai dari bos itu selalu punya 2 pasal, yaitu pasal pertama adalah bos tidak pernah salah dan pasal kedua adalah kalau dirimu suatu saat menemukan bos bersalah maka kembalilah dulu ke pasal pertama. Masih terkait dengan itu, maka kalau di soal ujian apapun kamu nggak tahu jawabannya, cukup tuliskan saja “Bos”. Kan, si bos tak pernah salah.
Bos itu ibaratnya orang tua, kita nggak bakalan pernah bisa memilih lahir dari perut ibu yang mana. Demikian juga ketika masuk kerja (terutama untuk ketika pertama kalinya bekerja), begitu kita masuk sudah langsung dipasangkan dengan bos yang ditentukan oleh perusahaan.
Maka di luar sana ada ribuan cerita yang bertebaran mengenai karyawan yang berhadapan dengan para bosnya. Ada yang bercerita bila dapetnya bos yang baik, hidupnya jadi sumringah, bagi mereka yang dapat bos macam itu, kerja itu tak ubahnya seperti makan saja, nggak disuruh pun kita rela untuk terus berkarya. Ada juga yang bercerita, mereka punya bos yang inspiratif, mau mengajari dan selalu menopang timnya bila timnya melakukan kesalahan, maka mereka yang mendapatkan bos seperti itu, pekerjaannya dilalui dengan suka cita, happy, dan walaupun tugas bertumpuk rasanya seperti melakukan hobi. Nah, akan tetapi karena watak manusia itu bermacam-macam, maka tidak selalu kita memiliki bos yang ada di impian kita.
Tulisan ini dipersembahkan untuk mereka yang ketika bos yang ia miliki tidak sama seperti bayangan, atau terkadang lebih banyak cemberut daripada senyum, dan lebih banyak marah ketimbang sayang. Memiliki bos seperti itu juga rasanya penting untuk kehidupan kita, agar ia menjadi pembelajaran dalam hidup, ketika esok kita digilirkan menjadi atasan, kita tidak melakukan aneka hal yang dulunya kurang kita sukai dari atasan.