8 Kebiasaan yang Merusak Otak, Harus Segera Dihentikan!

Intinya sih...
- Kurang tidur dapat merusak kesehatan otak dan memengaruhi fungsi kognitif secara signifikan
- Stres kronis dapat merusak sel-sel otak dan menyebabkan penyusutan pada korteks prefrontal, area yang bertanggung jawab atas kemampuan belajar dan mengingat
- Multitasking atau mengerjakan banyak tugas sekaligus dapat merusak fungsi otak jika dilakukan berlebihan
Otak adalah pusat kendali tubuh yang memengaruhi hampir semua aspek kehidupan, mulai dari cara kita berpikir, merasa, hingga bertindak. Namun, tanpa disadari beberapa kebiasaan sehari-hari dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan otak. Jika dibiarkan, hal ini bisa berujung pada penurunan fungsi otak dan masalah kesehatan jangka panjang.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan yang perlu dihindari demi menjaga otak tetap sehat dan berfungsi optimal. Lalu, kebiasaan seperti apa yang sebaiknya dihentikan demi menjaga kesehatan otak? Yuk, simak informasi lengkapnya melalui artikel berikut!
1. Kurang tidur
Kurang tidur dapat merusak kesehatan otak, karena otak kehilangan waktu untuk memulihkan diri. Tanpa tidur yang cukup, kemampuan otak dalam memproses informasi, mengingat, dan menyelesaikan masalah menurun. Selama tidur, otak memperbaiki sel yang rusak, memperkuat koneksi antar neuron, dan membersihkan racun yang menumpuk sepanjang hari.
Menurut Centers for Disease Control, tidur kurang dari tujuh jam per malam dapat memengaruhi fungsi kognitif secara signifikan, termasuk memori dan penalaran. Untuk menjaga otak tetap sehat, penting untuk memberikan waktu tidur yang cukup setiap malam dan menciptakan rutinitas tidur yang konsisten.
2. Stres yang berkepanjangan
Ketika tubuh terus-menerus berada dalam kondisi stres, hal ini dapat merusak sel-sel otak dan menyebabkan penyusutan pada korteks prefrontal, area yang bertanggung jawab atas kemampuan belajar dan mengingat. Stres kronis juga sering dipicu oleh sikap yang terlalu kaku atau ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap segala hal.
Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, reaksi negatif yang berlebihan dapat memperburuk tingkat stres. Oleh karena itu, penting untuk belajar mengelola stres, salah satunya dengan menjadi lebih fleksibel terhadap situasi.
"Mengendalikan ego dapat membantu menghentikan stres sebelum berkembang menjadi tidak terkendali," kata Rudolph Tanzi, direktur Unit Penelitian Genetika dan Penuaan, dilansir Harvard Health Publishing.
3. Kurang berinteraksi sosial
Interaksi sosial berperan penting dalam menjaga fungsi otak agar tetap optimal. Melalui komunikasi dengan orang lain, otak terus merangsang koneksi saraf dan memperkuat memori. Studi dari The Journals of Gerontology: Series B pada Juli 2021 menunjukkan, bahwa kesepian yang berkepanjangan dapat meningkatkan risiko depresi, mempercepat penurunan fungsi otak, dan meningkatkan risiko penyakit seperti Alzheimer.
Berinteraksi dengan orang-orang yang peduli dan memiliki kepedulian yang sama membantu menjaga keseimbangan mental serta memberikan stimulasi positif bagi otak. Oleh karena itu, membangun lingkaran sosial yang sehat penting dilakukan, misalnya dengan berkomunikasi bersama teman atau keluarga, berkumpul, atau melakukan aktivitas sosial yang bermakna.
"Cari dua atau tiga orang yang bisa kamu percaya untuk berbagi segala hal," ujar Tanzi.
"Pilihlah orang-orang yang benar-benar peduli pada kamu, dan kamu juga peduli pada mereka, untuk menciptakan interaksi yang bermakna dan merangsang secara mental," tambahnya.
4. Melakukan banyak tugas secara bersamaan
Multitasking atau mengerjakan banyak tugas sekaligus dapat merusak fungsi otak jika dilakukan berlebihan. Meskipun terlihat efektif, kebiasaan ini justru membebani otak, mengurangi konsentrasi, dan mengganggu fokus.
Perpindahan yang terus-menerus antar tugas mengganggu koneksi saraf, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas dan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, multitasking yang berkelanjutan dapat memicu stres, gangguan memori, dan penurunan performa otak.
Studi dari University of London menemukan, bahwa multitasking selama tugas kognitif dapat menurunkan skor IQ setara dengan efek merokok ganja atau begadang semalaman. Oleh karena itu, fokus pada satu tugas dalam satu waktu lebih disarankan agar otak bekerja optimal dan hasil yang diperoleh lebih maksimal.
5. Kurang olahraga
Aktivitas fisik memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan otak karena membantu meningkatkan aliran darah ke otak, membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga performa otak tetap optimal. Individu yang kurang berolahraga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan memori, penurunan kemampuan berpikir, dan gangguan fungsi kognitif.
Sementara itu, menurut Celina Nadelman, M.D., ahli sitopatologi bersertifikat dan spesialis jarum halus, dilansir Real Simple, aktivitas fisik meningkatkan fungsi otak, mulai dari konsentrasi, daya ingat, hingga kemampuan pemecahan masalah. Aktivitas ini juga membantu fleksibilitas saat menghadapi multitasking atau pengambilan keputusan.
"Olahraga meningkatkan fungsi kognitif melalui neuroplastisitas dan sintesis zat neuropeptida serta hormon yang membantu perbaikan saraf," ujar Dr. Nadelman.
Olahraga juga dapat mengurangi risiko stres dan meningkatkan produksi hormon endorfin yang membantu suasana hati tetap positif. Oleh karena itu, berolahraga secara rutin sangat penting untuk mendukung fungsi otak dan menjaga kualitas hidup yang sehat.
6. Merokok berat
Merokok berat tidak hanya merusak kesehatan fisik, tetapi juga berdampak serius pada fungsi otak. Kandungan bahan kimia berbahaya dalam rokok dapat mempersempit pembuluh darah, sehingga mengurangi aliran darah dan oksigen ke otak. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, seperti gangguan memori dan kemampuan berpikir.
Berdasarkan studi yang dipublikasikan di jurnal Archives of Internal Medicine juga menunjukkan, bahwa perokok berat memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer dan demensia. Selain itu, nikotin dalam rokok dapat memicu kecanduan yang memperburuk stres dan mengganggu keseimbangan kimia dalam otak.
7. Kecanduan perangkat pintar
Kecanduan perangkat pintar, seperti ponsel atau tablet, dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan otak. Sebuah studi di Journal of the Association for Consumer Research mengungkapkan, bahwa keberadaan smartphone, bahkan dalam keadaan mati, dapat secara signifikan mengurangi kapasitas kognitif. Peneliti menyebut fenomena ini sebagai "hipotesis pengurasan otak" (brain drain hypothesis).
Fenomena ini merupakan situasi di mana seseorang menjadi kurang mengandalkan kemampuan berpikir sendiri karena merasa sumber informasi selalu tersedia. Penggunaan perangkat ini secara berlebihan sering kali menyebabkan penurunan konsentrasi, memori, dan kemampuan berpikir kritis akibat paparan informasi yang terus-menerus dan berlebihan.
Selain itu, kebiasaan ini juga dapat mengganggu pola tidur, terutama jika perangkat digunakan sebelum tidur, karena cahaya biru dari layar dapat menekan produksi hormon melatonin yang membantu tubuh beristirahat. Kecanduan perangkat pintar juga sering kali mengurangi interaksi sosial langsung yang penting untuk menjaga kesehatan emosional dan kognitif.
8. Mengonsumsi makanan dan minuman manis berlebihan
Kandungan gula yang tinggi dapat menyebabkan lonjakan kadar glukosa dalam darah, yang bila terjadi terus-menerus dapat merusak fungsi otak. Mengonsumsi gula berlebihan dapat mengganggu kemampuan otak dalam mempelajari dan mengingat informasi, serta berkontribusi pada peningkatan risiko gangguan kognitif seperti demensia.
Selain itu, kebiasaan ini juga berisiko menyebabkan peradangan pada jaringan otak yang dapat memengaruhi suasana hati dan kemampuan berpikir kritis. Untuk menjaga kesehatan otak, penting untuk membatasi asupan gula dan memilih makanan sehat yang kaya nutrisi seperti sayuran, buah-buahan, dan protein tanpa lemak.
Mengenali dan mengubah kebiasaan buruk ini menjadi langkah penting untuk melindungi kesehatan otak. Dengan menerapkan gaya hidup sehat, misalnya berhenti merokok, mengurangi konsumsi gula dan membatasi penggunaan teknologi berlebih, risiko gangguan otak dapat dikurangi dan fungsi otak dapat tetap berjalan optimal sepanjang hidup.