Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
resolusi
ilustrasi resolusi (pexels.com/Polina)

Intinya sih...

  • Akhir tahun tidak harus berakhir rapi, hidup sering berjalan tidak teratur dan itu wajar.

  • Berhenti menghakimi diri sendiri di penghujung tahun, refleksi yang sehat membantu memahami kenapa sesuatu terjadi.

  • Mengakui bahwa bertahan juga bentuk kemajuan, bertahan di situasi sulit adalah bentuk kemajuan yang jarang dirayakan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Akhir tahun kerap berubah menjadi momen yang diam-diam melelahkan karena banyak orang merasa perlu menutupnya dengan rencana besar, daftar target, atau resolusi yang belum tentu relevan dengan hidupnya. Di satu sisi, suasana penutup tahun seharusnya memberi ruang bernapas, tetapi di sisi lain justru memicu rasa tertinggal ketika melihat orang lain terlihat lebih siap menyambut tahun baru.

Tidak semua orang berada di fase hidup yang memungkinkan untuk merancang resolusi dengan optimisme penuh, dan hal itu wajar-wajar saja. Akhir tahun tetap bisa dijalani tanpa tekanan untuk menjadi versi diri yang lebih hanya demi memenuhi ekspektasi sekitar. Berikut beberapa cara menghadapi akhir tahun tanpa resolusi.

1. Menerima bahwa hidup setahun ini tidak harus berakhir rapi

ilustrasi menjalani akhir tahun (pexels.com/Ivan S)

Banyak orang merasa akhir tahun harus ditutup dengan cerita yang runtut dan masuk akal, seolah hidup wajib punya alur yang jelas dari Januari sampai Desember. Padahal kenyataannya, hidup sering berjalan lompat-lompat, penuh jeda, bahkan berhenti di tengah jalan tanpa penjelasan. Ada rencana yang tidak jadi, ada keputusan yang tertunda, ada fase yang hanya berisi bertahan. Semua itu tetap bagian dari hidup yang sah.

Menerima ketidakteraturan ini justru membuat akhir tahun terasa lebih jujur. Hidup tidak selalu memberi penutup yang manis atau kesimpulan yang jelas. Ketika hal itu diterima, tekanan untuk merangkum hidup dalam versi terbaiknya perlahan berkurang. Tahun boleh berakhir tanpa pencapaian besar, dan itu tidak membuat hidup gagal.

2. Menghentikan kebiasaan menghakimi diri sendiri di penghujung tahun

ilustrasi menghakimi diri sendiri (pexels.com/Evelyn Chong)

Menjelang akhir tahun, banyak orang tanpa sadar berubah jadi hakim bagi hidupnya sendiri. Semua keputusan ditarik ulang, semua pilihan dipertanyakan, lalu satu per satu disusun sebagai daftar kesalahan. Padahal hidup jarang berjalan rapi seperti to do list yang bisa dicentang atau dicoret. Ada hal-hal yang tidak selesai bukan karena kamu malas, tetapi karena memang waktunya belum tiba.

Berhenti menghakimi diri sendiri bukan berarti menolak untuk melakukan refleksi akhir tahun, melainkan mengubah cara melihat ke belakang. Refleksi yang sehat membantu memahami kenapa sesuatu terjadi, bukan mencari siapa yang harus disalahkan. Saat evaluasi tidak lagi berubah menjadi sesi menyalahkan diri, akhir tahun terasa lebih menyenangkan. Kepala tidak dipenuhi pertanyaan “seharusnya”, tubuh pun tidak ikut menyimpan rasa lelah yang tidak perlu.

3. Mengakui bahwa bertahan juga bentuk kemajuan

ilustrasi bertahan (pexels.com/Rafa Barros)

Hidup sering terlalu fokus pada perubahan besar, padahal ada fase di mana tidak jatuh sudah merupakan pencapaian. Ada tahun-tahun yang isinya bukan naik level, melainkan menjaga diri agar tidak hancur. Sayangnya, fase ini jarang dianggap berarti. Padahal energi yang dibutuhkan untuk bertahan sering kali jauh lebih besar daripada memulai sesuatu yang baru.

Mengakui hal ini membantu mengubah cara memandang akhir tahun. Tidak semua orang perlu merasa tertinggal hanya karena hidupnya tidak bergerak cepat. Bertahan di situasi sulit adalah bentuk kemajuan yang jarang dirayakan.

4. Memberi jeda tanpa harus punya alasan produktif

ilustrasi istirahat (pexels.com/Siarhei Nester)

Akhir tahun sering dipenuhi dorongan untuk tetap sibuk, seolah jeda hanya boleh diambil jika ada manfaat yang dirasakan secara langsung. Padahal tubuh dan pikiran juga butuh waktu istirahat. Memberi ruang jeda tanpa alasan produktif bukan malas, melainkan kebutuhan dasar manusia.

Jeda semacam ini membantu seseorang kembali mengenali hidupnya sendiri. Tanpa tuntutan harus berkembang atau memperbaiki diri, hidup terasa lebih ringan. Tidak ada yang perlu dikejar, dan itu sah-sah saja.

5. Menjalani tahun baru tanpa janji besar pada diri sendiri

ilustrasi resolusi (pexels.com/Polina)

Banyak resolusi lahir bukan dari kebutuhan, melainkan dari rasa takut tertinggal. Janji besar sering dibuat dalam kondisi lelah, lalu ditinggalkan saat hidup kembali berjalan normal. Menjalani tahun baru tanpa resolusi justru memberi ruang untuk mendengarkan diri secara perlahan. Hidup tidak dipaksa berubah hanya karena kalender berganti.

Tanpa janji besar, perhatian bisa dialihkan ke hal-hal kecil yang benar-benar dirasakan. Cara menjalani hari, cara merespons situasi, serta cara memperlakukan diri sendiri. Tahun baru tidak harus dimulai dengan target, tetapi bisa dimulai dengan kesadaran. Dari sana, arah hidup biasanya terbentuk dengan sendirinya.

Menutup akhir tahun tanpa resolusi sering kali dianggap aneh, padahal tidak semua orang butuh daftar target untuk merasa hidupnya berjalan. Ada yang justru lebih lega ketika tahun berganti tanpa beban harus menjadi versi baru dari diri sendiri. Jika sepanjang tahun kamu bertahan, belajar, dan tetap melangkah meski pelan, apa itu belum cukup untuk disebut berhasil?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team