novel And Then There Were None karya Agatha Christie (dok. pribadi/Shofi Nurul 'Izzati)
Berbeda dari kebanyakan novel Agatha Christie lainnya yang kerap memunculkan tokoh detektif ikoniknya (Hercule Poirot dan Miss Marple), novel And Then There Were None justru sama sekali tidak memunculkan tokoh detektif sepanjang ceritanya.
Novel ini menyajikan kisah menegangkan yang menceritakan tentang sepuluh orang yang diundang secara rahasia ke Pulau Prajurit melalui sebuah surat misterius. Para tamu undangan tidak saling mengenal satu sama lain. Bahkan, rupanya tidak satupun dari mereka mengenal si pengirim surat.
Suasana semakin mencekam ketika satu per satu dari mereka tewas secara misterius. Anehnya, cara tewas mereka mirip dengan kata-kata yang tertulis dalam sajak anak-anak bertajuk Sepuluh Prajurit Cilik yang terpampang pada bingkai dinding perapian kamar tamu.
Kejadian mengerikan itu disusul dengan hilangnya satu boneka porselen setiap kali seseorang tewas. Kejadian-kejadian aneh yang terjadi akhirnya membuat para tamu saling mencurigai satu sama lain.
Bisa terbayang, bukan, betapa menegangkannya novel ini? Bahkan, beberapa pembaca mengkategorikan novel ini sebagai kisah misteri yang mendekati genre horor. Ketiadaan tokoh detektif dalam novel ini tentu menjadi pemicu ketegangan alur cerita.
Tidak hanya itu, bahkan agaknya, tokoh yang sekadar "dapat dipercaya" pun tidak tampak dalam novel ini, menjadikan para pembacanya semakin penasaran dan sulit menerka dalang di balik serentetan peristiwa yang terjadi dalam cerita.