Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mariana Yunita berjuang mengedukasi anak-anak tentang kesehatan reproduksi. (Dok. Tenggara Youth Community)

Apa yang terbersit dalam benakmu ketika mendengar istilah “kesehatan seksual dan reproduksi”? Barangkali masih banyak di antara kita yang malu-malu untuk menjelaskannya.

Ya, tidak dimungkiri, isu tentang kesehatan reproduksi ini memang masih sangat tabu untuk dibicarakan. Tidak sedikit yang menempelkan stereotip bahwa kesehatan seksual dan reproduksi (KSR) adalah topik mengenai seks bebas. Padahal sejatinya isu ini punya topik bahasan yang lebih luas.

Mariana Yunita, anak muda lulusan Kedokteran Gigi, Universitas Nusa Cendana (Undana), Nusa Tenggara Timur, punya gagasan lain terkait isu ini. Perempuan yang akrab disapa Tata ini berpendapat bahwa KSR justru memberikan pemahaman tentang tubuh kita sendiri, khususnya di masa puber. Jika memahami isu ini, kita dapat melawan dan menekan kasus kekerasan seksual.

Tata tidak ingin menyimpan pemahaman ini sendirian. Ia pun membentuk komunitas Tenggara Youth Community yang visinya adalah memberikan edukasi tentang KSR ini kepada anak-anak muda di Kupang, NTT. Kini sudah 5 tahun bergerak, Tata bersama Tenggara terus bersemangat memperjuangkan pendidikan KSR dan melawan diskriminasi terhadap perempuan di NTT. Yuk, kita simak kisah inspiratifnya!

1. Memperkenalkan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan cara yang asyik

program Bacarita Kespro oleh Tenggara Youth Community (Dok. Tenggara Youth Community)

Sejak awal dibentuk pada Agustus 2016, Tenggara Youth Community—atau singkatnya bisa disebut Tenggara—sudah fokus pada pendidikan kesehatan reproduksi yang menyasar anak-anak muda usia 10—24 tahun. Program utama yang diusung adalah Bacarita Kespro. Kata Tata, nama programnya menggunakan diksi “bacarita” alih-alih “penyuluhan” atau sejenisnya agar bisa lebih diterima oleh masyarakat.

“Arti bacarita dalam bahasa Kupang adalah bercerita. Jadi kami datang untuk bercerita. Metode berbagi dan penyampaiannya sendiri yang disesuaikan dengan karakteristik kelompok yang kami datangi,” jelasnya ketika diwawancarai pada 18 Desember 2021.

Ya, metode edukasi yang dilakukan Tenggara adalah bermain sambil belajar. Kalau pada umumnya penyuluhan semacam ini disampaikan menggunakan presentasi powerpoint dan hanya berjalan satu arah, Tenggara melakukannya menggunakan media pembelajaran seperti karton dan alat peraga.

Mengenal karakteristik kelompok belajar adalah kunci penting dalam kegiatan edukasi yang dilakukan Tenggara. Jadi, sebelum memulai kegiatan, anggota Tenggara akan melakukan post-test terlebih dulu kepada anak-anak mengenai pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi. Kemudian mereka bermain game sembari penyampaian materi.

“Karena metode yang berbeda ini kami disambut baik oleh pihak sekolah atau kelompok masyarakat untuk melakukan edukasi kespro pada anak-anak,” tegas Tata.

2. Tenggara terbentuk karena anggotanya mengalami hal yang serupa

Editorial Team

Tonton lebih seru di