Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ieyenews.com

Hampir semua orang gemar berbelanja. Terlebih saat ini banyak kemudahan yang bisa di dapatkan pada konsumen dalam berbelanja, seperti online shop, free ongkir, diskon kartu kredit, dan masih banyak lagi. Tidak salah jika memang berbelanja untuk kebutuhan, meskipun tidak jarang pula ‘kebablasan’. Tanpa kita sadari, kita kerap membeli barang-barang yang sebenarnya tidak benar-benar kita perlukan, yang pada akhirnya hanya menumpuk tidak terpakai.

Berbelanja memang mampu memberikan kepuasaan dan kebahagiaan, hanya saja itu hanya bersifat sementara. Jika tidak segera disadari, hal itu justru akan membuatmu terjebak dalam lingkaran konsumerisme.

Ada sebuah penelitian menarik dari Chaplin dan John tentang perilaku konsumtif masyarakat. Dilansir dari laman theminimalist, ternyata semakin seseorang terobesesi pada hal-hal yang bersifat materi, menunjukkan bahwa ia memiliki “self-esteem” yang rendah. Tak ayal, beberapa tahun ini banyak yang meninggalkan gaya hidup konsumtif dan beralih pada gaya hidup “minimalis”.

Sebenarnya apa itu gaya hidup minimalis? Kenapa perminatnya semakin bertambah?

Sekilas tentang gaya hidup minimalis...

http://houserior.com

Gaya hidup ini dipengaruhi oleh estetika Buddhisme Zen yang menentang gaya hidup konsumtif dengan cara  mengurangi barang-barang yang mereka miliki. Konsep dari gaya hidup ini adalah “Less is more”, yang kira-kira maknanya dengan memiliki sedikit barang, kita memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan hal lain yang lebih produktif.

Di tempat yang rutin mengalami gempa seperti di Jepang, gaya hidup seperti ini sangat dianjurkan karena dapat mengurangi resiko luka hingga kematian akibat kejatuhan benda yang ada di ruangan.

Kenapa banyak yang mengikuti gaya hidup ini?

Editorial Team

Tonton lebih seru di