Foto para pelaku seni di Dusun Tanon (instagram.com/desawisatamenari)
Tidak ada yang mudah dalam membangun sesuatu yang berarti dan menuai berkah. Akan selalu ada kesulitan yang jadi teman di perjalanan. Akan selalu ada suka duka yang mengisi perasaan dan pikiran. Apalagi melekatnya stigma masyarakat tentang Dusun Tanon yang disebut sebagai dusun paling miskin dan bodoh. Pernyataan tadi seiras dengan yang dikatakan oleh Pak Sudirman, sesepuh di dusun tersebut,
“Dulu jalan sempit sekali, anak-anak berangkat sekolah tidak pakai sepatu, tidak ada bimbingan orang tua untuk belajar. Pada tahun 1970-1982, anak-anak baru sekolah sampai kelas 6. Orang dulu pendidikan paling tinggi kelas 2 itu sudah jadi RT. SMP sudah jadi kepala desa. Satu-satunya anak dari Dusun Tanon yang Kang Tris jadi sarjana pertama,” ujarnya.
“Dulu kebanyakan anak sekolah karena kehendak sendiri. Ada mitos yang melekat itu jangan sekolah pintar-pintar. Lebih baik jadi petani karena sudah lumayan hasilnya. Jangan jadi orang pintar nanti cepat mati karena kalau terlalu pintar nanti stress,” sambung Pak Sudirman menutup obrolan.
Namun, hal-hal tadi tidak dijadikan sebagai hambatan, melainkan tantangan yang pasti bisa terlewatkan. Dalam upaya membangun Desa Menari, hal lain yang paling dikeluhkan dan menjadi tantangan berat bagi Kang Tris adalah mengubah pola pikir masyarakat. Ada banyak pertanyaan yang dilontarkan dan yang paling sering adalah “Ini betul ga kita bisa berubah dengan cara seperti ini?”
Untuk menjawab pertanyaan itu, Kang Tris memiliki aksi cerdas dan bijak yakni, membangun relasi dengan banyak pihak dari perguruan tinggi untuk membantu mengubah pola pikir masyarakat. Sebab, menurut pandangannya, perubahan akan datang ketika berinteraksi dengan orang-orang luar.
“Lihatlah hal sederhana dari sudut pandang berbeda yang bisa menunjang kemajuan. Potensi kita banyak jadi harus dimanfaatkan. Di daerah kalau kita bisa berpikir kreatif tu banyak peluang yang bisa dikembangkan,” juga menjadi prinsip yang selalu ditekan pada masyarakat demi kepentingan bersama.