Suasana acara seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts" yang diselenggarakan di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka
"Suatu hari, waktu itu saya lagi ngedongeng malem-malem. Saya bahas sedikit tentang lingkungan ke anak saya. Jadi, kita cerita tentang penggunaan air di Indonesia," ujar Jessica.
Saat itu, ia sudah memiliki dua orang anak perempuan. Di dalam cerita dongengnya, ia memberikan contoh nyata yaitu dari permasalahan air di rumahnya sendiri.
Ia mengatakan, "Kalau kita ambil terlalu banyak, tanah kita turun terus, nanti lautnya gimana? Kita akan tenggelam."
Respons yang diberikan oleh si anak sulung, di luar dugaannya. Dia menangis karena memikirkan kondisi bumi di masa depan. "Mama, nanti waktu saya udah umur 27 tahun, terus nasib saya gimana?" ujar Jessica menirukan omongan anaknya.
Dari momen itu, Jessica semakin yakin dan memantapkan diri untuk melakukan upaya pelestarian bumi, bukan sekadar menjadikannya bagian dari cerita malam saja.
"Hal-hal kecil ini, bisa kita lakukan setiap hari dan gak susah. Kita hanya punya waktu 10 tahun untuk mengubah," ujar Jessica di akhir wawancara.
Baik Jessica atau Tyas sama-sama punya kisah pribadi yang membuat mereka tergerak untuk memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup. Bagaimana dengan ceritamu?