Pada masa Reformasi, sekitar tahun 1999, Maluku punya cerita yang cukup kelam hingga menimbulkan trauma berkepanjangan pada masyarakatnya. Kala itu terjadi konflik antaretnis yang melibatkan agama di sana. Akibatnya, terjadi segregasi atau pemisahan diri dari kelompok lain untuk meredam ketegangan. Dari sini, masyarakat Maluku jadi terpisah-pisah dan hanya berkumpul dalam kelompoknya sendiri.
Efeknya mulai terasa ketika makin kentalnya intoleransi di tengah mereka. Sebab, para orangtua menceritakan pengalaman traumatisnya saat konflik agama tersebut kepada anak-anaknya secara turun temurun. Hal ini pun menggerakkan hati Eklin Amtor de Fretes untuk menciptakan perdamaian antarumat beragama di Maluku agar tidak lagi ada gesekan di tengah masyarakat.
Dari beragam cara melakukan perdamaian, Eklin memilih untuk bergerak di bidang literasi yang menyasar pada anak-anak. Ia berkeliling ke kampung-kampung di Maluku untuk berdongeng, menceritakan kisah-kisah perdamaian lintas iman kepada anak-anak. Berkat kontribusinya ini, ia mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2020 dari Astra Indonesia. Bagaimana cerita inspiratifnya?