Perdamaian adalah anugerah terindah yang kita semua ingin rasakan. Akan tetapi, merasakan hidup berdampingan dengan tenang dan penuh kasih sayang nyatanya adalah hal yang sangat mahal dan tak bisa dirasakan oleh semua orang.
Pasca konflik kekerasan yang pecah pada awal reformasi 1999 di Ambon, kehidupan masyarakat di Maluku tak lagi sama. Eklin Amtor de Fretes adalah putra daerah Maluku yang menjadi saksi hidup bagaimana kelamnya masa-masa kerusuhan paling berdarah di Indonesia itu.
Sejak saat itu, perdamaian dan toleransi adalah hal yang langka. Konflik antar etnis dan agama yang terjadi 20 tahun lalu hingga saat ini masih menyisakan luka yang tak kunjung pulih. Masyarakat Maluku saling memisahkan diri dan tak lagi hidup berdampingan seperti sedia kala.
Pria yang akrab disapa Eklin ini menangkap sinyal darurat yang begitu kuat. Harapan dan cita-citanya akan sebuah perdamaian dan toleransi kian membuncah tak terbendung. Tekad inilah yang membuatnya untuk mengabdikan diri menjadi pejuang penjaga perdamaian di antara masyarakat Maluku.
Berbekal boneka, Eklin bergerilya melakukan dongeng keliling dari satu daerah ke daerah lainnya di Maluku. Berkat inisiatifnya ini, Eklin menerima apresiasi SATU Indonesia Award 2020 dalam bidang pendidikan.