Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Eklin bersama bonekanya yang bernama Dodi. (instagram.com/kak_eklin)

Konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melanda Maluku pada 1999. Tidak ada lagi kedamaian dan kenyamanan yang dirasakan masyarakat setempat saat itu. Konflik memunculkan segregasi wilayah di Maluku. Warga menjadi hidup berkelompok sesuai etnis maupun golongannya.

Hal tersebut membuat Eklin Amtor de Fretes gundah melihat situasi tanah kelahirannya. Kegundahan Eklin memunculkan keinginan kuat untuk berbuat sesuatu agar masyarakat Maluku kembali bisa hidup bersatu penuh kedamaian.

1. Eklin sempat merasakan hidup penuh kedamaian di masa kecil

Eklin saat mendongeng di sekolah dasar. (instagram.com/kak_eklin)

Eklin menceritakan bahwa pada masa kecilnya, ia tinggal di lingkungan yang masyarakatnya mayoritas Muslim. Walaupun begitu, ia justru bisa merasakan indahnya hidup rukun di tengah masyarakat yang beragam. Masyarakat di lingkungannya sudah terbiasa saling memberi makanan tanpa ada rasa takut maupun curiga.

"Kenangan ini terlalu manis bagi saya, kami hidup dengan begitu nyaman tanpa ada prasangka buruk." ucap Eklin.

Eklin juga bercerita, di depan rumahnya kala itu ada seorang warga muslim. Warga ini sering menitipkan sejumlah uang untuk disumbangkan ke gereja, saat ia dan ayahnya hendak melakukan ibadah ke gereja tersebut. Saat ini, sudah sangat susah untuk merasakan hal tersebut.

2. Terjadi segregasi wilayah dan penyebaran cerita-cerita konflik dari satu sisi

Editorial Team

Tonton lebih seru di