Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
224934608_m.jpg
Ilustrasi rumah (123rf.com/morris71)

Memiliki rumah adalah impian bagi banyak orang. Kalau kamu ingin miliki rumah, kamu ada di artikel yang pas! IDN Times kali ini akan membedah apakah gaji UMR Jakarta bisa membeli rumah? Apa solusi paling memungkinkan untuk penghasilan UMR jika ingin membeli rumah? 

Kita akan bahasannya semua di bawah, ya! Simak sampai habis!

1. Pahami dirimu sendiri terlebih dahulu

Ilustrasi lifestyle (123rf.com/nnudoo)

Sebelum memutuskan membeli rumah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenal diri sendiri. Bukan hanya dari sisi keuangan, tapi juga gaya hidup dan kondisi hidup saat ini. Dengan gaji UMR Jakarta tahun 2025 sebesar Rp5,5 juta, banyak orang masih menghadapi defisit karena biaya hidup di ibu kota mencapai Rp6-7 juta per bulan (BPS DKI Jakarta).

Namun di luar angka itu, faktor seperti status pernikahan dan tanggungan keluarga juga sangat mempengaruhi kemampuan finansial seseorang dalam menyisihkan dana untuk rumah.

Selain itu, jenis pekerjaan turut berperan besar. Pekerja tetap umumnya lebih mudah mengajukan KPR karena memiliki penghasilan stabil dan slip gaji, sementara pekerja lepas atau freelance sering menghadapi kendala administratif meskipun penghasilannya serupa.

Di sisi lain, pilihan gaya hidup seperti kebiasaan nongkrong, traveling, atau belanja online secara tidak sadar bisa menggerus kemampuan menabung untuk DP rumah, terutama di kalangan muda yang hidup di kota besar.

Jadi, sebelum membayangkan punya rumah sendiri, penting untuk menilai dulu keseimbangan antara pendapatan, gaya hidup, dan tanggung jawab pribadi. Karena pada akhirnya, pertanyaannya kembali ke dirimu: dengan kondisi saat ini, bisakah kamu benar-benar membeli rumah?

2. Pilihan tempat tinggal untuk gaji UMR Jakarta

Kota Jakarta (123rf.com/photosoup)

Jika kamu bergaji setara UMR, penting untuk menyesuaikan ekspektasi terhadap lokasi dan jenis tempat tinggal. Di Jakarta, harga rumah tapak komersial sudah melampaui batas kemampuan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Berdasarkan data Kementerian PUPR, harga rumah komersial di Jakarta bisa mencapai Rp15–25 juta per meter persegi, bahkan lebih untuk wilayah strategis seperti Jakarta Selatan atau Pusat.

Sebagai perbandingan, rumah subsidi yang ditujukan bagi MBR memiliki batas harga sekitar Rp184 juta hingga Rp240 juta tergantung wilayah. Rumah tipe ini umumnya berada di pinggiran kota, seperti Bekasi, Tangerang, Depok, atau Bogor daerah penyangga yang masih terjangkau namun memiliki akses transportasi ke Jakarta.

Bagi pekerja muda, tinggal di wilayah penyangga bisa menjadi solusi realistis. Transportasi umum seperti KRL, LRT, dan bus TransJakarta semakin memperpendek jarak dan waktu tempuh ke pusat kota. Selain rumah tapak, ada pula opsi hunian vertikal seperti Rusunami (Rumah Susun Milik) yang dibangun khusus untuk kalangan berpenghasilan rendah hingga menengah.

Kalau belum siap membeli, pilihan Rusunawa (Rumah Susun Sewa) juga layak dipertimbangkan. Harga sewanya jauh lebih rendah dibanding apartemen komersial, namun tetap memberikan rasa stabil dan aman tanpa harus memikirkan cicilan panjang. Banyak pasangan muda atau pekerja lajang menjadikan Rusunawa sebagai batu loncatan sambil menabung untuk DP rumah di masa depan.

3. Intip program tiga juta rumah

Kota Jakarta (123rf.com/photosoup)

Kabar baiknya, pemerintah tidak tinggal diam. Melalui Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan sejak 2015, pemerintah berkomitmen menyediakan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hingga akhir 2023, program ini telah berhasil membangun lebih dari 7,9 juta unit rumah di seluruh Indonesia. 

Skema PSR dibagi menjadi dua: satu juta unit rumah di kawasan perkotaan yang sebagian besar berupa Rusunami dan Rusunawa, serta dua juta unit di kawasan perdesaan dalam bentuk rumah tapak bersubsidi dengan skema pembiayaan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). Melalui FLPP, masyarakat bisa mendapatkan bunga KPR tetap sebesar 5 persen per tahun selama masa cicilan 20 tahun jauh lebih ringan dibanding bunga KPR komersial yang berkisar antara 9–12 persen.

Selain bunga rendah, rumah subsidi juga memiliki uang muka (DP) ringan, bahkan ada program yang memungkinkan DP nol rupiah. Tujuannya agar masyarakat berpenghasilan di bawah Rp12 juta per bulan—termasuk mereka yang bergaji UMR—bisa memiliki rumah pertama.

Meski begitu, tantangannya tidak sedikit. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa lokasi rumah subsidi sering berada cukup jauh dari pusat ekonomi, dengan infrastruktur dasar yang belum sepenuhnya memadai. Beberapa rumah bahkan dibangun di daerah dengan akses transportasi terbatas, sehingga menimbulkan biaya tambahan bagi penghuninya.

Walau demikian, bagi pekerja dengan penghasilan pas-pasan, program ini tetap menjadi jalan paling masuk akal untuk memiliki rumah. Kuncinya adalah kesiapan mental dan finansial karena meski terjangkau, prosesnya tetap menuntut komitmen jangka panjang.

4. Solusi dan hal yang harus diperhatikan

Ilustrasi rumah (123rf.com/zinkevych)

Membeli hunian dengan gaji UMR sebetulnya bukan hal mustahil, asalkan dilakukan dengan strategi yang realistis. Langkah pertama adalah membuat perencanaan keuangan jangka panjang sisihkan minimal 10–20 persen gaji untuk tabungan rumah dan hindari cicilan konsumtif lain. Jika masih sulit, pertimbangkan sumber pendapatan tambahan agar kemampuan finansial meningkat secara bertahap.

Selanjutnya, manfaatkan program pemerintah seperti FLPP atau Program Sejuta Rumah yang menawarkan bunga tetap 5 persen dan tenor hingga 20 tahun. Pastikan rumah incaranmu termasuk dalam daftar subsidi resmi, karena program ini jauh lebih ringan dibanding KPR komersial. Selain itu, cari hunian di pinggiran kota yang dekat akses transportasi publik untuk menekan biaya harian tanpa mengorbankan mobilitas.

Jadi apakah program 3 juta rumah jadi solusi tepat bagi yang bergaji UMR bisa mendapatkan rumah pertama, mereka? Atau kan ada hal yang lain harus dipertimbangkan? Coba gabung bahasan menariknya di Podcast Semen Merah Putih yang akan tayang 29 Oktober 2025. Cek di sini. (WEB/BAP)

Editorial Team