Pernakah kita memperhatikan anak yang tengah bermain? Kadang saking asyiknya, ia sampai lupa waktu, tak ingat makan, dan sama sekali tak berniat untuk tidur siang. Sinar matanya tampak berbinar. Senyumannya merekah. Kadang tertawa lepas mengekpresikan kegemirannya. Mengapa? Karena ia menemukan dunianya, sarana mengaktualisasikan diri.
Begitu juga bila penulis dilandasi rasa cinta, maka merangkai kata-kata begitu nikmat. Tak heran jika ada penulis yang mengibaratkan menulis adalah sebuah napas. Satu hari tanpa menulis seperti orang yang kehilangan belahan jiwa mereka.
Memang, jika seseorang sudah sampai tahap tersebiut, ia akan selalu keranjingan untuk berkarya. Menulis bukan lagi 'kewajiban' apalagi beban melainkan kebutuhan. Dimana ada kesempatan, di situ ia akan menuangkan ide. Tak perlu menunggu suasana serba nyaman dan kondusif.
Selain itu, seseorang yang menulis dilandasi rasa cintai pastillah produktivitasnya sangat tinggi. Kreativitasnya juga bagai tak ada habis habisnya. Ia selalu berusaha melakukan inovasi dan terobosan terobosan terbaru. Dengan karakteristik yang demikian, wajar jika kemudian si bersangkutan menuai kesuksesan.
Tulisan yang lahir dari hati akan mudah pula menyentuh hati para pembaca. Dan, kalau karya kita sudah digemari banyak orang, rezeki pun bakal mengalir lancar ke saku kita. Belum lagi rejeki yang didapat, seperti nama kita makin dikenal luas, punya sahabat dimana-mana ditawarkan jadi pembicara, dan sebagainya. Saat itullah kita semakin yakin bahwa cinta itu membawa berkah.