ilustrasi memberikan sedekah (pexels.com/Said)
Menilik fenomena yang terjadi di era digital ini, di mana sedekah dijadikan konten media sosial, para ulama memandang bahwa orang yang bersedekah sambil membuat konten media sosial, tidak bisa dihukumi. Sebab, hanya Allah SWT yang mengetahui segala isi hati, niat, dan pikirannya.
Dalam sebuah majelis, KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya menjelaskan tentang hukum sedekah dibuat konten dalam Islam. Melalui unggahan di akun media sosial YouTube Buya Yahya, beliau menyebutkan bahwa ibadah sedekah yang diterima oleh Allah SWT adalah ibadah sedekah dengan ikhlas.
Sedangkan, ibadah sedekah yang tidak diterima oleh Allah SWT adalah ibadah sedekah dengan riya. Namun, tempatnya ikhlas dan riya adalah di dalam hati. Oleh karena itu, manusia tidak boleh berprasangka buruk bahwa orang yang sedekah sambil membuat konten, termasuk riya.
“Karena kita tidak tahu apa yang ada di hati seseorang. Kalau kamu ingin menunjuk ikhlas maka tunjukkan ke hati orang lain. Kalau kamu ingin menunjuk riya maka tunjuk ke dalam diri sendiri, jangan tunjuk orang lain. Kita tidak tahu apa yang dia inginkan dibalik itu semua,” ungkapnya.
Di samping itu, beliau menambahkan bahwa tidak semua orang mengumumkan sedekah yang dikeluarkannya secara jujur kepada publik. Beliau mengambil salah satu contoh, ketika ada orang yang menyumbangkan hartanya ke sebuah masjid, lalu orang tersebut berbisik kepada pengurus masjid agar mengumumkan sedekahnya itu pada setiap hari Jumat sebelum khotbah.
Mungkin banyak orang berpikir bahwa ia riya. Padahal yang sebenarnya ia lakukan adalah sebaliknya, yaitu memerangi riya. Orang tersebut meminta diumumkan telah menyumbangkan uang senilai Rp10 juta, padahal sebenarnya jumlah uang yang telah ia sumbangkan sebesar Rp100 juta. Jadi, orang lain tidak tahu bahwa orang tersebut sedang memerangi riya.
“Maka ingat, kalau bicara riya tunjuk ke diri sendiri bukan ke orang lain karena kita tidak tahu apa yang ada di hati orang. Kalau bicara ikhlas khusnudzon mungkin dia ikhlas walaupun tampaknya riya, mungkin dia termasuk orang yang menutupi keikhlasannya dengan gaya riya. Kita tidak tahu,” pungkasnya.
Namun, beliau mengingatkan apabila sedekah yang dibuat konten itu hanya bohongan atau dengan niat sekadar untuk meningkatkan jumlah penonton, bukan semata-mata mengharap rida Allah SWT, maka itu yang salah.
Di sisi lain, dikutip NU Online, ada sebuah hadis umumnya dipahami bahwa sedekah yang paling baik adalah sedekah yang tidak diketahui orang lain. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah tersebut, berbunyi:
“Seseorang yang mengeluarkan sedekah lantas disembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya.”
Atas dasar pemahaman hadis tersebut, maka tak jarang kita menemukan daftar penyumbang anonim atau dengan mengidentifikasi diri sebagai ‘hamba Allah’ agar orang lain tidak tahu bahwa ia telah bersedekah. Namun, penting diketahui bahwa pemahaman tangan kiri pada hadis di atas sebagai perumpamaan 'orang lain' bukanlah pemahaman yang tepat.
Tetapi yang dimaksud tangan kiri dalam hadis di atas, yaitu merujuk pada simbol negatif berupa kejelekan atau keinginan yang jelek seperti riya, pamrih, atau sombong ketika bersedekah. Sedangkan, tangan kanan dalam hadis di atas dapat dimaknai sebagai simbol positif berupa amal sedekah kepada orang lain yang dilandasi dengan niat baik.
Selanjutnya, Allah SWT memperbolehkan untuk melakukan sedekah secara terbuka atau terang-terangan sebagaimana diperbolehkannya sedekah secara rahasia atau tertutup. Firman Allah SWT tersebut sebagaimana tertera dalam Surat Al-Baqarah Ayat 274, yang berbunyi:
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di ssiang hari ecara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]:274)
Dengan demikian, bila merujuk pada ayat di atas, dijelaskan bahwa ada dua cara dalam bersedekah. Pertama, sedekah dengan cara terang-terangan dan kedua, sedekah dengan cara sembunyi-sembunyi. Keduanya mendapat pahala, asalkan dikerjakan dengan ikhlas dan niat hati yang baik.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sedekah yang dibuat konten atau sedekah sambil membuat konten media sosial tetap dibolehkan dengan catatan bahwa sang pembuat konten melakukan sedekah tersebut secara ikhlas atau niat yang baik dan memiliki dampak baik.
Sebab, yang terpenting dalam bersedekah adalah keikhlasan atau niat tulus dan bersih dari keinginan-keinginan duniawi, seperti mendapatkan balasan yang lebih banyak, pencitraan dengan maksud tertentu, keinginan untuk mendapat pujian, dan lain sebagainya.