ilustrasi kejahatan siber (pexels.com/Mikhail Nilov)
Kekerasan dapat terjadi melalui berbagai medium dan menyesar kelompok tertentu, termasuk gender yang dianggap lemah dan minoritas. KBGO secara spesifik mengangkat ancaman yang terjadi melalui teknologi berbasis internet terhadap gender tertentu.
Sayangnya, meski kasus kekerasan di ranah digital banyak dialami oleh gender yang dianggap lemah, pemahaman mengenai fenomena ini masih rendah. Sebagaimana disampaikan oleh Devi Asmarani, Pimpinan Redaksi Magdalene, yang menilai KBGO masih belum dipahami secara luas.
"Apa bedanya kekerasan berbasis gender online dengan kekerasan online? Itu sama dengan bedanya kekerasan biasa dengan kekerasan berbasis gender, yaitu ada unsur gendernya. Jadi yang ditargetkan ini, jadi kekerasan ini dia menargetkan seseorang karena gendernya atau dia mengangkat sisi dimensi gender dari seseorang tersebut. Jadi makiannya, hinaannya, atau kekerasan yang dilakukannya itu ada hubungannya dengan gendernya. Itu yang membuat kekerasan berbasis gender online itu memang akhrinya yang lebih rentan, perempuan atau gender minoritas atau orang-orang dengan misalnya seksualitas yang menioritas," ungkap Devi.
Pandangan terhadap KBGO yang masih rendah dan minim dapat mempengaruhi penyelasaian masalah dan identifikasi kasus yang terjadi pada setiap individu. Orang yang mengalami kekerasan secara daring kerap kali tidak memahami bahwa ancaman yang dialaminya termasuk dalam kejahatan menggunakan media digital berbasis gender.
Pada kesempatan yang sama Devi turut menjelaskan jenis-jenis dari KBGO yang telah banyak dialami oleh masyarakat baik secara sadari maupun tidak sadar. Berbagai kejahatan KBGO misalnya, revenge porn atau penyebar luasan foto maupun video seksual yang digunakan sebagai ancaman.
Ada juga cyber hacking yakni kejahatan di dunia maya yang bertujuan mengambil foto pribadi untuk disalahgunakan. Kemudian adapula impersionisasi, stalking atau penguntitan, hingga scammer.