Roomforlit: book club karya 3 pelajar JIS. (dok.Roomforlit)
Roomforlit diinisiasi oleh 3 remaja putri yang sama-sama memiliki hobi membaca. Semula bergerak secara daring di laman media sosial, seiring berjalannya waktu, Roomforlit bertransformasi menjadi sebuah gerakan visioner untuk menghadirkan ruang dialog yang lebih bermakna bagi literaturIndonesia.
Bukan tanpa sebab, visi ini dicetuskan melihat kondisi Indonesia yang masih bergulat dengan persoalan literasi. Selain skor PISA yang terbilang kurang memuaskan, sebuah studi dari Central Connecticut State University menyebutkan, tingkat literasi Indonesia berada pada posisi 60 dari 61 negara. Angka yang cukup miris, mengingat pertumbuhan anak muda semakin meningkat.
Merespons tantangan tersebut, Roomforlit hadir untuk menciptakan gerakan literasi yang lebih inklusif. Topik kesusastraan yang diangkat tak hanya sekadar menjadi narasi untuk dibaca, namun menjadi karya yang dibicarakan, didiskusikan, dan menjadi bagian dari kehidupan. Visi inilah yang berusaha Roomforlit wujudkan agar menikmati sastra tak lagi menjadi sekadar kewajiban, melainkan pengalaman yang menyenangkan dan berkelanjutan.
“Kita perlu menghidupkan kembali dialog komunitas dan mengundang beragam perspektif mengenai isu-isu yang hangat dibicarakan saat ini karena tantangan yang kita hadapi sekarang membutuhkan lebih dari sekadar satu cerita,” ujar Gracelyn.
Naiara, Gracelyn, dan Mishka percaya bahwa sastra dapat menjadi kekuatan untuk menggaungkan karya lokal secara lebih luas. Para Founders Roomforlit menekankan, sastra Indonesia memiliki potensi besar, namun masih kurang terwakili di panggung global.
Melalui aksi kolektif yang digerakan oleh Roomforlit, diharapkan sastra tak hanya menjadi karya tulis biasa, namun juga alat untuk mengubah prespektif dunia dalam memandang Indonesia. Selain itu, dengan mengangkat lebih banyak karya lokal, pembaca diantarkan untuk membangun pemahaman lintas generasi dan budaya melalui ruang-ruang diskusi yang digelar.
“Sastra menjadi titik awal yang sama, sebuah halaman yang dapat dibuka dan ditafsirkan ulang oleh siapa pun, di mana pun. Dengan berkumpul di di tengah buku-buku, kita menciptakan ruang untuk bertukar gagasan, mempertanyakan asumsi, dan menemukan tujuan bersama lintas budaya serta generasi," kata Gracelyn.
Melalui klub buku dan sastra, Naiara percaya bahwa ini dapat menjadi langkah besar untuk turut berkontribus terhadap budaya indonesia, "Melalui kisah, puisi, dan narasi Indonesia, kita belajar memahami identitas dan akar kita, sekaligus membangun rasa kebersamaan yang kuat di kalangan generasi muda.”
Para pendiri Roomforlit menyadari, aksi ini perlu digaungkan secara lebih strategis untuk menjangkau semakin banyak individu. Oleh karenanya, Roomforlit berkolaborasi dengan Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) guna memperluas dampak melampaui platform digital. Tujuannya adalah membuka akses literasi agar lebih inklusif bagi anak-anak dan remaja di seluruh negeri.