Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi sosok konsisten
ilustrasi sosok konsisten (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Fokus pada proses, bukan perasaan sesaat

  • Buat sistem yang mendukung, bukan bergantung pada kemauan

  • Terima bahwa segala sesuatu tidak harus selalu sempurna

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Berada dalam kondisi mood yang tidak stabil memang bisa membuat segalanya terasa lebih sulit. Termasuk membangun konsistensi dalam kebiasaan. Banyak orang memulai sesuatu dengan semangat tinggi. Namun ketika mood menurun, ritme yang sudah terbangun pelan-pelan hilang.

Tantangannya bukan sekadar menjaga motivasi. Tetapi bagaimana terus bergerak meskipun tidak sedang merasa baik-baik saja. Terdapat 5 kiat membangun konsistensi saat mood sedang tidak stabil yang dapat membantu menjaga langkah tetap maju. Semoga membantu.

1. Fokus pada proses, bukan pada perasaan sesaat

ilustrasi berpikir (pexels.com/Mikhail Nilov)

Mood bukan parameter yang stabil. Hari ini bisa penuh energi, tetapi besok bisa terasa sangat berat dan menguras mental. Bahkan untuk hal sederhana seperti bangun lebih awal atau menyelesaikan tugas kecil.

Karena itu, konsistensi dibangun bukan berdasarkan apa yang dirasakan, tetapi apa yang dipilih untuk lakukan. Dengan fokus pada proses, kita belajar memisahkan tindakan dari perasaan. Ingat bahwa sedikit tetap lebih baik daripada tidak sama sekali. Perlahan, pikiran akan belajar bahwa tindakan lebih penting daripada mood.

2. Buat sistem yang mendukung, bukan bergantung pada kemauan

ilustrasi perempuan percaya diri (pexels.com/Kranthi Remala)

Motivasi itu fluktuatif, tetapi sistem bisa bekerja meskipun sedang tidak ingin melakukan apapun. Sistem bisa berupa rutinitas, pengingat, jadwal, atau bahkan lingkungan yang mendukung kebiasaan itu sendiri. Inilah yang perlu diketahui jika ingin membangun konsistensi saat lulus dan tidak stabil.

Ternyata kita perlu membuat sistem yang mendukung, bukan tergantung pada kemauan. Contoh sistem yang sederhana tetapi efektif dengan menjadwalkan waktu yang sama setiap hari untuk aktivitas tertentu. Semakin jelas sistemnya, semakin sedikit energi yang dibutuhkan untuk memulai.

3. Terima bahwa segala sesuatu tidak harus selalu sempurna

ilustrasi berdamai dengan kekecewaan (pexels.com/Kevin Malik)

Perfeksionisme sering menjadi musuh terbesar dalam membangun konsistensi. Ketika mood sedang buruk dan gagal satu hari, pikiran mungkin langkah menyerah. Padahal, konsistensi bukan tentang tidak pernah berhenti.

Inti dari konsistensi saat kita kembali lagi setiap kali berhenti. Berikan ruang untuk gagal tanpa merasa kehilangan arah. Rayakan usaha kecil, bukan hanya hasil besar. Karena yang paling utama dalam menjaga konsistensi adalah tetap terhubung dengan prosesnya.

4. Kelola emosi dengan cara yang bijak

ilustrasi mengelola emosi (unsplash.com/Valeriia Miller)

Mood yang tidak stabil sering muncul karena emosi yang tidak diolah dengan baik. Contohnya stres, kecewa, marah, atau merasa tidak cukup. Alih-alih membeku dan akhirnya berhenti melakukan aktivitas, cobalah mengelola emosi tersebut sebelum melanjutkan.

Seperti menarik nafas panjang, journaling singkat, atau berjalan sebentar untuk melepaskan ketegangan fisik. Dengan memberi ruang untuk memproses emosi, kita tidak membiarkan mood buruk mengambil alih kendali.

5. Ingat alasan penting kenapa memulai

ilustrasi berpikir (pexels.com/Zen Chung)

Ketika mood mulai turun, kita mungkin lupa bahwa ada alasan penting di balik kebiasaan yang sedang dibangun. Kita cenderung mengikuti gejolak emosi negatif yang tidak terkendali. Disinilah pentingnya membangun konsistensi saat mood sedang tidak stabil.

Ingat alasan penting kenapa memulai suatu langkah. Tanyakan pada diri sendiri jika berhenti hari ini, apa yang akan berubah. Motivasi intrinsik yang muncul dari diri sendiri akan menjadi bahan bakar jangka panjang.

Konsistensi bukan soal selalu merasa baik. Tetapi tentang memilih kembali arah yang sama meski mood datang dan pergi. Perjalanan ini tidak harus sempurna, yang terpenting kita tetap bergerak. Pelan, tapi tidak berhenti. Kecil, tapi terus dilakukan. Kadang sulit, tapi tetap diteruskan. Itulah cara konsistensi terbentuk.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian