Maria Stephanie, peneliti dan penulis buku Ensiklopedia Dari Bumi Nusantara ke Piring Kita. (instagramc.om/ssshteffi))
Pergeseran kebiasaan dan cara hidup di tengah moderinitas turut mengubah selera makan masyarakat. Orientasi untuk memenuhi gizi dengan produk impor, membuat orang Indonesia mengabaikan pangan lokal. Padahal, sumber makanan yang tumbuh di wilayah Indonesia, tak hanya merepresentasikan bahan baku, namun juga warisan budaya.
Khawatir pangan lokal semakin terlupakan, Steffi memilih untuk merawat kembali kekayaan pangan Indonesia dengan cara berbeda, yakni mendokumentasikan hasil penelitian serta perjalanannya dalam buku "Ensiklopedia: Dari Bumi Nusantara ke Piring Kita". Karya yang lahir pada tahun 2025 ini, tak hanya mencatat ribuan jenis tumbuhan lokal, namun juga bicara mengenai warisan budaya yang kaya rasa dan cerita. Di dalamnya, dihadirkan visual yang kaya dengan bahasa yang atraktif sehingga akan menggugah anak-anak untuk mempelajari pengetahuan di dalamnya.
"Konsepnya adalah memperkenalkan pangan lokal. Jadi, buku ini tuh kayak bisa dibagi atas 2 bagian. Yang pertama membahas pangan lokal, itu per wilayah. Indonesia aku bagi atas 7 wilayah, Sumatera, Jawa Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Masing-masing wilayah itu, aku jelaskan dulu tanaman-tanaman pangan lokalnya yang khas dari daerah tersebut. Pangan lokal yang aku bahas itu gak hanya yang asli dari wilayah tersebut, tapi bisa juga tanaman-tanaman yang sebenarnya itu berasal dari luar, tapi memang sudah lokal di wilayah tersebut," Steffi mengulik isi buku yang digarapnya.
Buku Ensiklopedia: Dari Bumi Nusantara ke Piring Kita akan menemani pembaca mengeksplorasi lebih jauh tentang bahan pangan mentah hingga masakan yang telah diolah. Steffi memberi contoh, kalau di Sumatera, ia membahas mengenai buah nanas. Nanas bukan tanaman asli Indonesia. Hanya saja, beberapa wilayah terutama di Sumatera bagian selatan, banyak budidaya nanas. Buah dengan kulit berduri dengan mahkota di bagian daun tersebut, juga banyak diolah sebagai kuliner lokal.
Jika pada bagian pertama Ensiklopedia tersebut mengulik tanaman dari berbagai wilayah, untuk chapter dua lebih fokus mengangkat hasil olahan makanan. "Nah, itu kan tadi kita baru bahas tentang tanaman pangan lokal ini sumbernya. Setelah kita bahas tanamannya, kita bahas contoh-contoh olahannya dari tanaman-tanaman tersebut untuk menunjukkan bahwa olahan khas Sumatera ini, memang menggunakan tanaman tadi yang kita bahas," ujar dia.
Seperti namanya, Ensiklopedia jadi karya ringkas yang menyajikan informasi secara lengkap mengenai sumber hayati dari pangan lokal hingga menjadi olahan makanan. Steffi juga menyoroti tanaman pangan yang sama, namun ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
Ia memberi contoh, "Ada dua tanaman yang sama-sama bisa hidup di tanah yang kering, di iklim yang kering. Aku ambil contohnya itu kelor sama singkong atau ubi kayu. Lalu, di situ aku ambil contohnya kalau kelor itu ada yang olahannya itu dari NTB, ada yang dari Sulawesi. Terus kalau yang singkong itu, ada yang dari Sulawesi juga sama Maluku. Jadi, walaupun berjauh-jauhan, ternyata tanaman itu ada gitu di dua daerah yang berbeda. Kita juga bisa melihat bahwa olahannya itu juga berbeda gitu. Jadi, kayak masing-masing wilayah, masing-masing daerah dengan sumber daya yang sama itu, bisa menciptakan kreasi yang berbeda."
Proses penulisan juga melalui riset secara langsung. Steffi banyak mencatat pangan lokal dan hasil olahan makanan saat mengunjungi berbagai daerah. Perempuan yang lahir dan besar di Riau ini, mengaku sudah cukup familier dengan kudapan serta keanekaragaman hayati dari Pulau Sumatera. Sementara untuk sumber makanan dari wilayah Pulau Jawa, ia sudah banyak mengenal sejak kepindahannya ke Yogyakarta.
"Risetnya itu sih, kalau riset yang sifatnya primer itu, memang ada beberapa daerah yang aku sudah pernah kunjungi sendiri atau minimal makanannya aku sudah pernah temui di Jogja atau kalau lagi ke Jakarta atau ke kota lain, terus bisa menemukan makanan daerah lain, itu sumber primernya,” ia menambahkan untuk daerah-daerah lain banyak data yang ditemukan dari sumber literatur atau interview.
Riset yang mendalam ini, mencakup hampir seluruh wilayah di Indonesia. Steffi berhasil mengumpulkan sekitar 80 tanaman dan dikurasi menjadi 65 jenis tanaman yang dituangkan dalam buku tersebut. Tentunya, ia menghadapi sejumlah tantangan dalam membukukan hasil penelitiannya.
"Tantangan yang utama, kalau makanan yang sudah pernah aku temui dan coba sendiri itu, ya aku sudah tahu. Tapi kalau misalnya cari makanan atau tanaman pangan dari daerah lain yang aku belum tahu, itu tantangannya terutama adalah sumber informasi," Steffi turut menekankan informasi di internet terkadang tidak akurat sehingga harus diimbangi dengan wawancara untuk melakukan cross check informasi.