Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pelepasan lampion (pexels.com/Abby Kihano)
ilustrasi pelepasan lampion (pexels.com/Abby Kihano)

Intinya sih...

  • Lampion Waisak melambangkan pencerahan spiritual dan semangat mencari kebenaran
  • Melepas lampion diiringi doa dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik
  • Lampion juga menjadi simbol pelepasan atas dosa-dosa dan impermanensi dalam hidup

Hari Raya Waisak adalah momen suci bagi umat Buddha yang memperingati tiga peristiwa agung dalam kehidupan Sang Buddha: kelahiran Pangeran Siddhartha, pencapaian Pencerahan, dan wafatnya Gautama Buddha menuju Parinirvana. Perayaan ini penuh dengan ritual keagamaan, renungan batin, dan simbol-simbol spiritual, termasuk pelepasan lampion. Tradisi menerbangkan lampion Waisak yang kini banyak dilakukan di berbagai vihara dan situs suci, seperti Candi Borobudur, bukan hanya indah dilihat, tetapi sarat makna mendalam.

Lampion Waisak bukan sekadar lentera cahaya yang melayang di angkasa. Ia mengandung filosofi hidup yang kuat, menjadi simbol pengingat bagi umat Buddha untuk selalu menjaga kebijaksanaan, welas asih, dan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah lima makna utama lampion di Hari Raya Waisak, dijabarkan secara mendalam agar kita semua, baik umat Buddha maupun masyarakat umum, dapat memahami dan menghayatinya.

1. Simbol pencerahan dan pengetahuan

ilustrasi lampion (pexels.com/Greece-China News)

Cahaya dari lampion melambangkan pencerahan spiritual, yang menjadi inti ajaran Buddha. Saat lampion dinyalakan dan diterbangkan, hal ini menggambarkan usaha manusia untuk meninggalkan kegelapan batin menuju terang kebijaksanaan. Kegelapan tersebut adalah ketidaktahuan (avijjā) yang selama ini mengaburkan pandangan kita terhadap hakikat kehidupan. Melalui pencerahan (bodhi), seseorang dapat melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, tanpa tertipu oleh ilusi duniawi.

Melepaskan lampion pada malam Waisak menjadi simbolisasi dari semangat umat dalam mencari kebenaran dan mengembangkan kebijaksanaan batin. Ini adalah pernyataan batin bahwa kita semua ingin menjadi pribadi yang tercerahkan, dengan menjauhkan diri dari nafsu, kebencian, dan delusi. Seperti cahaya lampion yang menembus gelapnya malam, begitu pula kebijaksanaan harus memandu kita melewati ujian hidup dan menemukan kedamaian sejati.

2. Harapan dan doa yang mengalir ke langit

ilustrasi sedang berdoa (pexels.com/锦海 LOMO)

Tradisi melepas lampion sering diiringi dengan doa dan harapan pribadi atau kolektif. Banyak umat menuliskan harapan mereka pada kertas sebelum melampirkannya ke lampion, lalu menerbangkannya ke langit sebagai simbol menyerahkan segala harapan dan doa kepada alam semesta. Ini menciptakan momen spiritual yang dalam, penuh makna dan keyakinan bahwa doa-doa tersebut akan sampai dan membawa berkah.

Lampion yang terbang tinggi mewakili harapan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, damai, dan sejahtera. Ia juga menjadi sarana untuk mengirimkan doa kepada leluhur atau orang-orang tercinta yang telah tiada, sebagai bentuk penghormatan dan cinta kasih. Dalam tradisi ini, langit menjadi saksi dari keinginan umat untuk hidup penuh berkah dan menjadi pribadi yang lebih baik, sesuai dengan ajaran Dharma.

3. Pelepasan dosa dan emosi negatif

ilustrasi melepaskan energi negatif (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)

Selain menjadi simbol pengharapan, pelepasan lampion juga bermakna pelepasan atas dosa-dosa dan beban batin. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali terjebak dalam kemarahan, keserakahan, iri hati, dan kesedihan. Tradisi menerbangkan lampion Waisak mengajak umat untuk melepaskan semua beban negatif itu dan memulai lembaran hidup yang baru dengan hati yang jernih.

Momen ini menjadi refleksi diri yang mendalam, di mana umat diminta untuk mengakui kesalahan dan berniat memperbaiki diri. Dengan membiarkan lampion melayang ke langit, kita seolah menyerahkan segala energi negatif untuk dibersihkan oleh cahaya. Ini adalah proses spiritual yang membebaskan dan menyembuhkan, serta sejalan dengan prinsip penyucian batin dalam praktik Buddhisme.

4. Simbol impermanensi (ketidakkekalan)

ilustrasi lampion terbang (pexels.com/mahe haroutinian)

Lampion yang perlahan menghilang di angkasa juga menjadi simbol dari ajaran penting Buddha tentang impermanensi atau ketidakkekalan (anicca). Semua hal di dunia ini bersifat sementara yaitu baik kebahagiaan, kesedihan, keberhasilan, maupun penderitaan. Tidak ada yang kekal, dan memahami hal ini adalah kunci menuju ketenangan batin.

Dengan menyaksikan lampion yang menyala terang lalu perlahan menghilang, umat diingatkan untuk tidak melekat pada apa pun dalam hidup. Ini menjadi latihan batin dalam menerima kenyataan dan bersikap bijak dalam menghadapi perubahan. Ketidakkekalan bukan untuk ditakuti, tetapi untuk disadari, agar kita dapat hidup lebih bermakna di saat ini, tanpa dikuasai oleh nafsu dan penyesalan.

5. Ungkapan cinta kasih dan welas asih untuk semua makhluk

ilustrasi perayaan waisak (pexels.com/Afif Ramdhasuma)

Cahaya dari lampion juga mewakili cinta kasih (metta) dan welas asih (karuna) kepada semua makhluk hidup. Dalam ajaran Buddha, cinta kasih bukan hanya diberikan kepada keluarga atau sahabat, tetapi juga kepada makhluk lain manusia, hewan, bahkan alam semesta. Lampion menjadi simbol dari niat tulus untuk mendoakan kebahagiaan dan kedamaian bagi semua makhluk, tanpa terkecuali.

Pelepasan lampion pada Hari Raya Waisak menjadi momen bersama untuk menyebarkan energi positif dan doa kebaikan ke segala penjuru. Ini memperkuat kesadaran bahwa kita semua terhubung, dan setiap tindakan kebaikan, sekecil apa pun, dapat membawa dampak besar bagi dunia. Cahaya lampion yang menyebar ke langit seperti cahaya cinta kasih yang tak terbatas, menyinari hati setiap insan.

Tradisi menerbangkan lampion di Hari Raya Waisak bukan hanya indah untuk dilihat, tetapi juga kaya akan makna spiritual yang dalam. Dari simbol pencerahan hingga ungkapan cinta kasih universal, lampion menjadi medium untuk menyampaikan harapan, membebaskan diri dari beban batin, serta mengingatkan kita akan sifat kehidupan yang sementara. Semoga kita semua dapat mengambil inspirasi dari cahaya lampion Waisak untuk menjadi pribadi yang lebih bijak, damai, dan penuh cinta kasih.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team