Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi scarcity mindset (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi scarcity mindset (pexels.com/Timur Weber)

Intinya sih...

  • Orang manipulatif cenderung menyembunyikan emosi asli dan sulit membangun relasi dengan diri sendiri

  • Mereka bergantung pada kontrol eksternal dan identitas dibentuk oleh kontrol, bukan nilai personal

  • Sosok manipulatif terjebak dalam siklus pembenaran diri, sulit mengevaluasi kekurangan dan kelemahan diri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Membangun relasi yang autentik dengan diri sendiri merupakan kunci meraih kebahagiaan secara utuh. Kita tidak hanya menganalisis kelebihan dan kekuatan. Namun juga mampu setiap sisi kelemahan. Sekaligus memahami apa yang sebenarnya diinginkan dalam meraih tujuan. Tapi apakah pola kehidupan seperti ini dirasakan oleh orang-orang yang memiliki sikap manipulatif?

Sudah pasti jawabannya tidak. Jika diperhatikan, sosok manipulatif ternyata memiliki kehidupan yang berbanding terbalik. Mereka tidak akan memiliki kehidupan yang berjalan selaras antara tujuan dengan nilai-nilai hidup. Bahkan terdapat alasan mengapa sosok manipulatif kerap kesusahan membangun relasi dengan diri sendiri. Mari ikuti tulisan ini sampai selesai.

1. Cenderungan menyembunyikan emosi yang asli

ilustrasi menutupi muka (pexels.com/MART PRODUCTION)

Setiap dari kita tentu harus membangun relasi yang autentik dengan diri sendiri. Ini adalah langkah penting untuk memahami diri secara utuh. Kita mampu menjelaskan kembali nilai-nilai dan prinsip yang dianut. Tentunya sangat berfungsi dalam membangun keseimbangan hidup. Tapi hal ini tidak akan dijumpai pada orang-orang yang memiliki karakter manipulatif.

Mereka adalah tipe orang yang susah dalam membangun relasi dengan diri sendiri. Orang-orang manipulatif memiliki kecenderungan menyembunyikan emosi asli. Mereka terbiasa menampilkan wajah atau sikap tertentu demi mendapatkan kontrol atau keuntungan dalam hubungan. Akibatnya, mereka kehilangan kontak dengan emosi asli dan identitas sejati.

2. Identitas yang secara otomatis dibentuk oleh kontrol

ilustrasi ambisius (pexels.com/Mikhail Nilov)

Kunci menjalani hidup adalah tentang keseimbangan. Hal ini dimulai saat kita mampu mengenali diri secara utuh. Tidak hanya dari sisi kekuatan dan keunggulan saja. Namun mengenali diri juga harus jadi sisi kekurangan sekaligus menyesuaikan nilai-nilai dan prinsip yang dianut. Tapi bagaimana jadinya jika seseorang justru dikontrol oleh sikap manipulatif yang kuat?

Sudah tentu ini menjadi penyebab mengapa sosok manipulatif cenderung kesusahan membangun relasi dengan diri sendiri. Mereka sering menilai diri berdasarkan seberapa besar mereka bisa memengaruhi orang lain. Bukan berdasarkan nilai personal maupun keinginan yang autentik. Hal ini membuat refleksi diri cenderung dangkal dan tidak jujur.

3. Mengandalkan kontrol eksternal untuk rasa aman

ilustrasi lingkungan sosial (pexels.com/Kampus Production)

Sejatinya membangun relasi yang autentik dengan diri sendiri merupakan tantangan. Karena ini berkaitan dengan upaya mengenali diri secara utuh. Namun demikian, jika mengamati karakter orang-orang manipulatif tentu terdapat keunikan tersendiri. Dalam hal membangun relasi dengan diri sendiri, mereka justru kesusahan. Sudah tentu kondisi ini tidak terlepas dari alasan yang ada.

Termasuk terlalu mengandalkan kontrol eksternal untuk rasa aman. Karena merasa aman saat bisa mengendalikan orang lain, mereka jarang belajar cara menciptakan rasa aman dari dalam diri. Akibatnya, hubungan dengan diri sendiri menjadi rapuh dan penuh ketegangan. Mereka sering menyusun identitas berdasarkan apa yang diinginkan orang lain, bukan dari refleksi diri yang tulus. Hal ini membuat mereka sulit memahami siapa diri mereka sebenarnya.

4. Terjebak dalam siklus pembenaran diri

ilustrasi perdebatan (pexels.com/Yang Krukov)

Keberadaan orang-orang dengan karakter manipulatif dapat dijumpai dengan mudah di lingkungan sosial. Atau mungkin kita sedang berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki karakter demikian. Sosok manipulatif jika dilihat sekelas mungkin memiliki karakter percaya diri. Namun dibalik yang terlihat, sebenarnya mereka adalah sosok yang kesusahan membangun relasi dengan diri sendiri.

Mengapa demikian? Karena orang-orang yang memiliki karakter manipulatif sering terjebak dalam siklus pembenaran diri. Alih-alih mengakui kesalahan dan bertumbuh, mereka cenderung mencari pembenaran atau menyalahkan pihak lain. Ini membuat proses refleksi dan pengenalan diri terhambat. Mereka tidak pernah mau mengevaluasi setiap sisi kekurangan maupun kelemahan.

Sebenarnya ada banyak hal menarik yang dapat diamati dari karakter orang-orang manipulatif. Terutama dari ciri khasnya yang cenderung susah membangun relasi autentik dengan diri sendiri. Mereka adalah tipe orang yang kerap menyembunyikan emosi asli. Sekaligus bergantung pada lingkungan eksternal serta terjebak siklus pembenaran diri. Tidak ingin terjebak dalam situasi tersebut lebih lanjut, tentu harus memiliki kesadaran untuk berbenah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team