Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
mahasiswa
ilustrasi mahasiswa (pexels.com/George Milton)

Intinya sih...

  • Transferan orangtua terlambat, kebutuhan jalan terus

  • Tranferan tepat waktu, tapi mepet banget buat banyak kebutuhan

  • Transferan banyak, tapi kamu belum bisa mengatur keuangan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Orang yang merantau bukan hanya dalam rangka berkuliah. Banyak pula orang yang merantau demi bekerja. Namun, ada perbedaan mendasar antara perantau yang telah bekerja dengan masih berkuliah. Pekerja luar daerah setidaknya sudah punya pendapatan sendiri. Kadang ada pula karyawan yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Berikut layanan laundry, kebersihan kamar, katering, sampai transportasi. Gaji hampir utuh.

Sementara banyak mahasiswa perantau masih mengandalkan uang saku dari orangtua. Maka tak jarang ada masalah keuangan mahasiswa perantau yang bikin susah konsentrasi saat mengikuti perkuliahan. Jika dirimu merasakannya juga, janji untuk tidak meninggalkan kuliahmu, ya. Kamu harus tetap menyelesaikannya sekalipun menghadapi tantangan berikut.

1. Transferan orangtua terlambat, kebutuhan jalan terus

ilustrasi kehabisan uang (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Mahasiswa indekos galau berat bukan karena masalah cinta atau dosen killer. Masalah terbesarnya ialah keterlambatan transferan dari orangtua. Masih mending jika orangtua kasih perkiraan kapan uang dapat dikirim.

Misalnya, mundur 2 atau 3 hari dari jadwal transfer biasanya. Kalau orangtua bahkan tak memberikan gambaran waktu pengiriman uang, wajar jika dirimu sampai mengalami kecemasan. Uang terus menipis. Sementara berbagai kebutuhan sehari-hari terap harus dipenuhi.

Bukan cuma makan, tapi juga ongkos ke kampus apabila jalan kaki terlalu jauh. Demikian pula biaya untuk berbagai tugas kuliah. Kamu tetap perlu memfotokopi banyak materi kuliah dan sebagainya. Kalau sampai uang keburu habis, apa yang bisa dihemat?

2. Tranferan tepat waktu, tapi mepet banget buat banyak kebutuhan

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Karola G)

Satu sisi, kamu masih beruntung mendapatkan kiriman uang secara rutin. Seperti setiap tanggal 1 pasti orangtua mengirimkan sejumlah uang. Meski agak siang menunggu mereka gajian, dirimu bisa merasa tenang. Hanya saja, soal besarannya juga dapat memicu kekhawatiran.

Uang kiriman orangtua tidak pernah benar-benar mencukupi seluruh kebutuhanmu yang sesungguhnya. Jumlahnya mepet sekali. Ibarat kamu harus melakukan pengelolaan pendapatan, sama sekali tak ada uang bakal dana darurat. Boro-boro dana darurat.

Untukmu memenuhi kebutuhan harian saja kudu sangat hemat. Sedikit saja ada keinginan yang gagal dibendung atau kebutuhan mendesak, kamu tidak punya uang lagi. Ada uang walau terbatas memang lebih baik ketimbang sama sekali gak tersedia. Namun, itu tetap membuatmu stres.

3. Transferan banyak, tapi kamu belum bisa mengatur keuangan

ilustrasi uang di dompet (pexels.com/Ahsanjaya)

Jika melihat masalah pertama dan kedua terkait transferan yang tersendat-sendat atau kurang, seharusnya lebih banyak duit menyelesaikan persoalan. Namun, ternyata tidak juga. Masih ada masalah yang tak kalah mendasar yaitu kemampuanmu mengelola keuangan.

Meski orangtua selalu mengirimkan banyak uang, kalau dirimu gak bisa memakainya secara bijak sama saja. Uang habis lebih cepat dari yang seharusnya. Pun belanjamu tidak jelas jejaknya.

Pokoknya, tahu-tahu baik dompet maupun rekening sama keringnya. Tugas besarmu ialah mendisiplinkan diri agar tidak boros lagi. Sangat tak baik apabila dengan uang saku sebanyak itu, kamu masih minta orangtua kasih tambahan lagi.

4. Uang dipinjam sesama anak kos

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/MART PRODUCTION)

Menjadi orang yang gak enakan tapi belum punya duit sendiri akan benar-benar menyusahkanmu. Kamu masih bergantung penuh secara finansial pada orangtua. Akan tetapi, dirimu juga menjadi tempat bergantung teman kos yang suka pinjam duit.

Berapa pun jumlah uang yang dipinjamnya berarti mengurangi jatahmu sendiri. Apalagi kalau dia tidak segera mengembalikannya dan malah menambah utang. Kamu sudah setengah mati berusaha bertahan dengan sisa-sisa uang yang ada.

Namun, ia seakan-akan gak mau tahu soal itu. Dirimu bakal selalu menemui orang seperti ini di mana pun. Bahkan setelah kamu bekerja. Penting untukmu latihan menolak permintaan kawan yang hendak meminjam uang. Meski dirimu perlu agak berbohong seperti bilang bahwa orangtuamu belum mengirim uang.

5. Kos tidak aman, uang hilang

ilustrasi dompet tergeletak (pexels.com/ArtHouse Studio)

Salah memilih kos-kosan juga bikin pusing kemudian. Di sekitar kampus memang ada banyak sekali usaha kos-kosan. Namun, mencari tempat kos yang aman tidak mudah. Kamu gak bisa memastikan keamanannya sampai menjadi penghuninya.

Ini artinya, risiko buat kehilangan benda berharga sangat tinggi di masa kamu mencoba-coba berbagai kos-kosan. Apalagi kalau dirimu mencari tempat indekos sendiri. Tidak ada kenalan yang tinggal di sana sehingga tahu persis tingkat keamanannya.

Di kos-kosan yang rawan, barang yang sudah coba diamankan sedemikian rupa pun dapat hilang. Apalagi uang atau dompet yang digeletakkan begitu saja. Dirimu cuma meninggalkannya beberapa menit pun, saat kembali barangnya sudah gak ada.

6. Uang kos naik terus, orangtua gak kasih tambahan

ilustrasi mengambil uang (pexels.com/Ahsanjaya)

Persoalan kenaikan uang kos juga bikin panik. Ada kos-kosan yang naik per tahun. Kamu pindah ke kos lain pun harganya beda-beda. Dirimu sebenarnya memerlukan tambahan kiriman uang dari orangtua. Namun, mereka tidak bisa memenuhinya. Barangkali dari kuliahmu selama empat tahun, mereka cuma mampu mengikuti kenaikan biaya indekosmu 1 atau 2 tahun. Selebihnya, kamu kudu putar otak sendiri.

Gak apa-apa seandainya dirimu memutuskan terus turun ke kos-kosan yang lebih sederhana buat sisa dua tahun masa studi. Terpenting uang cukup. Kecuali, dirimu dapat sambil bekerja untuk menutupi kekurangan biaya kos-kosan.

Masalah keuangan mahasiswa perantau yang beragam menunjukkan bahwa kelas keluarga menengah ke bawah bukan satu-satunya penyebab. Anak orang kaya juga bisa sering kehabisan uang saku jika gak mampu mengatur keuangan. Namun, apa pun persoalan yang dihadapi olehmu, kuliah harus diperjuangkan sampai selesai. Jangan berhenti di tengah jalan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team