Tabu dan Asa: Membumikan Pendidikan Seksual Lewat Konten Digital

Tabu atau tak pantas diperbincangkan di ruang publik, apalagi di depan anak-anak. Itulah kalimat yang kerap menggambarkan kondisi pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi (kespro) di Indonesia. Segala hal yang berhubungan dengan seksualitas sering kalli dianggap tabu alias pantang dibicarakan secara terbuka.
Dalam beberapa kasus, seseorang yang membicarakan hal-hal yang berbau seksual, meskipun dalam sudut pandang sains, akan dinilai sebagai orang yang tak berpendidikan. Hal ini jelas miris, mengingat begitu pentingnya pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi untuk ditanamkan kepada masyarakat, utamanya orang-orang muda. Merebaknya kasus pelecehan seksual, kehamilan di bawah umur, HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual (PMS) lainnya semakin membuktikan bahwa pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi belum diterapkan secara komprehensif di Indonesia.
Tabunya pembahasan hal-hal yang berbau seksual, seperti pubertas, menstruasi, reproduksi, hingga kontrasepsi membuat sebagian besar orang muda menjadi tidak bijak dalam mengambil keputusan. Hal ini jelas sangat berbahaya. Selain bisa merugikan diri sendiri, minimnya pengetahuan tentang kespro juga dapat merugikan orang lain di sekitar, utamanya orang-orang terdekat.
Sadar akan masih rendahnya pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia, Alvin Theodorus bersama tiga orang temannya membuat sebuah platform edukasi kespro yang mudah dijangkau oleh semua kalangan lewat media digital, yakni Tabu. Berbekal media sosial, Tabu sukses menjadi platform edukasi kespro dengan ratusan ribu pengikut di Instagram. Tak heran apabila melalui Tabu, Alvin mendapat Apresiasi SATU Indonesia Awards (SIA) tingkat Provinsi DKI Jakarta dari Astra Indonesia pada tahun 2021.
Terus berkembangnya engagement Tabu di Instagram dan media sosial lainnya membuat Alvin dan kawan-kawan semakin semangat untuk memberikan edukasi seputar kesehatan seksual dan reproduksi ke khalayak luas. Bahkan, saat ini Tabu sudah bertransformasi menjadi sebuah yayasan, yakni Yayasan Tabu Indonesia Berdaya. Patut dijadikan inspirasi, berikut kisah inspiratif Alvin Theodorus bersama kawan-kawannya dalam membangun Tabu dari nol sampai menjadi yayasan.
1. Berawal dari lomba di Semarang, Alvin dan kawan-kawan membuat program inovasi kesehatan yang menyasar anak muda
Pada tahun 2017, ketika Alvin masih mengenakan almamater kuning Universitas Indonesia (UI), ia dan tiga kawannya mengikuti sebuah lomba yang bertajuk kesehatan di Semarang. Saat itu, Alvin dan tim diminta untuk membuat sebuah program inovasi kesehatan yang menyasar permasalahan kesehatan anak muda. Setelah melakukan diskusi dan riset, mahasiswa UI tingkat akhir tersebut memutuskan untuk mengambil persoalan kesehatan seksual dan reproduksi (kespro).
"Satu kelompok masalah yang masih merajalela (dan) tanpa adanya suatu intervensi yang menurut kami memadai adalah soal kesehatan seksual reproduksi," kata Alvin saat diwawancarai pada Jumat (8/9/2023).
Ketika itu, Alvin merasa permasalahan seputar HIV, infeksi menular seksual (IMS), kehamilan yang tidak diinginkan, kesetaraan gender, dan kekerasan seksual merupakan persoalan yang belum ditargetkan secara efektif. Alhasil, ia dan teman-temannya membuat sebuah program inovasi kespro yang diberi nama "Tabu".