Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan tersenyum (pexels.com/Gaspar Zaldo)
ilustrasi perempuan tersenyum (pexels.com/Gaspar Zaldo)

Intinya sih...

  • Mental kuat bukan berarti selalu bahagia, tapi tahu cara mengatasi emosi negatif

  • Mengakui kelemahan adalah tanda kekuatan, bukan tuntutan menjadi sempurna

  • Perfeksionisme bisa merusak ketahanan mental, menjaga batas adalah bentuk kekuatan

Menjaga keseimbangan mental memang menjadi keharusan. Namun demikian, sudahkah kita mampu menjaga keseimbangan mental dengan baik? Atau justru membiarkan hal-hal kecil dan sepele merusak keseimbangan mental tersebut. Terkadang, kita juga masih keliru dalam memahami arti menguatkan mental.

Seringkali ini beriringan dengan tuntutan menjadi manusia sempurna. Kita memaksa diri menjadi seseorang yang kuat dan tidak memvalidasi emosi negatif dalam diri. Padahal, menguatkan mental dan menjadi sempurna merupakan dua hal berbeda. Mengapa demikian? Berikut fakta yang perlu diketahui.

1. Mental kuat bukan berarti selalu bahagia

ilustrasi sosok tangguh (pexels.com/Hebee Vazquez)

Membicarakan tentang keseimbangan mental, tentu ini mempengaruhi cara kita dalam menjalani hidup. Ketika seseorang memiliki mental yang kuat, ia tahu cara membawa diri dalam menghadapi tantangan. Tapi juga ada fakta penting yang perlu diketahui. Menguatkan mental ternyata tidak sama dengan tuntutan menjadi sempurna.

Mengapa demikian? Karena mental kuat bukan berarti selalu bahagia. Orang yang kuat secara mental tetap mampu merasakan gejolak emosi negatif. Seperti rasa sedih, marah, maupun kekecewaan atas situasi yang tidak sesuai kehendak. Yang membedakan, mereka paham cara mengatasi situasi emosi negatif tersebut.

2. Mengakui kelemahan sejatinya adalah tanda kekuatan

ilustrasi meminta dukungan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Seringkali seseorang menguatkan mental dengan disertai tuntutan menjadi sempurna. Contohnya menjadi individu yang pantang mengeluh meskipun sedang menghadapi situasi tidak sesuai dengan kehendak. Terdapat rasa gengsi mengakui bahwa dirinya adalah makhluk yang memiliki kelemahan.

Tentu kita harus memahami kembali fakta bahwa menguatkan mental bukan tentang menjadi sempurna. Mengakui kelemahan sejatinya adalah tanda kekuatan itu sendiri. Menerima bahwa diri punya kekurangan justru menunjukkan kedewasaan dan kesiapan untuk tumbuh, bukan kegagalan.

3. Perfeksionisme bisa merusak ketahanan mental

ilustrasi sosok perfeksionis (pexels.com/Keira Burton)

Selama ini, sudahkah mampu memahami esensi menguatkan mental dengan baik? Atau Justru menjadi tipe orang yang tidak mampu memahami arti kekuatan mental itu sendiri? Terkadang kita menutup diri menjadi sosok yang kuat dengan menutup terhadap seluruh emosi negatif. Menjadi manusia sempurna tanpa sisi lemah adalah keharusan mutlak.

Pemahaman ini Perlu diperbaiki kembali. Terdapat fakta yang menunjukkan bahwa menguatkan mental bukan tentang menjadi sempurna. Kita harus paham bahwa perfeksionisme bisa merusak ketahanan mental dari waktu ke waktu. Keinginan menjadi sempurna justru menghadirkan gejolak emosi negatif yang berkaitan dengan stres, rasa takut, sekaligus kecemasan.

4. Menjaga batas dan berkata tidak adalah bentuk dari kekuatan

ilustrasi mengatakan tidak (pexels.com/Vie Studio)

Apakah setiap orang tahu cara menguatkan mental? Mungkin jawabannya iya. Namun tidak sedikit orang yang keliru dalam memahami arti menguatkan mental itu sendiri. Mereka menuntut diri menjadi sosok manusia sempurna saat menghadapi situasi tersebut.

Padahal menjaga batas dan berkata tidak adalah bentuk dari kekuatan yang tumbuh secara perlahan. Orang yang kuat secara mental tidak memaksakan diri untuk menyenangkan semua orang. Mereka tahu kapan harus berkata tidak demi menjaga kebaikan diri sendiri.

5. Tidak semua hal bisa dikendalikan, dan itu tidak masalah

ilustrasi merasa lelah (pexels.com/Photo by : Kaboompics.com)

Apakah menguatkan mental dan menjadi sempurna merupakan dua hal yang dapat dianggap sama? Tidak dapat dimungkiri kita akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki sudut pandang tersebut. Kita menolak seluruh sisi kekurangan dalam diri karena terpaku menjadi sosok prefeksionis.

Di sinilah fakta bahwa menguatkan mental bukan tentang menjadi sempurna. Kita perlu menyadari tidak semua hal bisa dikendalikan, dan ini bukan suatu masalah. Mental yang kuat muncul dari kemampuan untuk menerima hal-hal di luar kendali, bukan dari mengontrol segalanya.

6. Kerentanan adalah bagian dari kekuatan itu sendiri

ilustrasi tersenyum (pexels.com/Cristian Jako)

Membangun kekuatan mental adalah upaya yang harus dilakukan secara berkelanjutan. Tapi sebelum mengambil langkah tersebut, ada pemahaman dasar yang harus diketahui. Menguatkan mental bukan berarti tuntutan untuk menjadi manusia sempurna tanpa kekurangan.

Kita tetap harus menerima dengan lapang sisi kekurangan yang hadir dan menyertai. Justru kerentanan adalah bagian dari kekuatan itu sendiri. Ketika memiliki sisi kekurangan, kita akan paham cara menghargai diri secara utuh. Sekaligus memberi batas atas hal-hal yang memang sudah di luar jangkauan.

Menguatkan mental akan mempengaruhi cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan. Namun demikian, menguatkan mental bukan tentang menjadi sempurna. Kita perlu memberi batasan yang tegas atas pemahaman tersebut. Menguatkan mental adalah seni menerima diri secara utuh, baik dari segi kelebihan, kekurangan, maupun seluruh gejolak emosi negatif yang hadir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team