Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret siswa-siswi KREDIBALI sedang belajar (youtube.com/Jejak Literasi Bali)
potret siswa-siswi KREDIBALI sedang belajar (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

“Setinggi apa pun pendidikan kita, seberapa jauh pun pengalaman kita, ternyata pada akhirnya kontribusi untuk desa adalah langkah awal untuk mengabdi pada bangsa dan negara.” – Gede Andika

Pandemik COVID-19 telah menghantam dan melumpuhkan dunia dari berbagai sektor, termasuk ekonomi, wisata, dan pendidikan. Musibah ini telah mengakibatkan terjadinya banyak perubahan yang menyedihkan, tak terkecuali untuk Desa Pemuteran yang ada di Kabupaten Buleleng, Bali.

Pemuteran merupakan desa wisata yang banyak menarik turis domestik dan mancanegara sebelum adanya wabah. Namun, begitu pandemik melanda, tempat wisata dan sekolah terpaksa ditutup untuk menghindari paparan virus COVID-19.

Sayangnya, kondisi warga Desa Pemuteran, terutama anak-anak, tidak terlalu beruntung. Mayoritas yang bekerja di sektor pariwisata terpaksa kehilangan pekerjaan akibat pandemik. Pembelajaran daring pun tidak bisa berjalan lancar.

Hal tersebut yang membuat Gede Andika, seorang pemuda asli Desa Pemuteran, berpikir untuk mulai memberikan kontribusi nyata terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan segenap kemampuan yang dimilikinya, ia menginisiasi berdirinya KREDIBALI atau Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan.

1.Berawal dari keresahan melihat anak-anak kesulitan belajar secara daring

Gede Andika selaku penggagas program KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Tuntutan untuk melaksanakan pembelajaran secara daring dari rumah ternyata bukan hal mudah bagi anak-anak dan orang tua di Desa Pemuteran. Banyak orang tua yang bekerja di sektor pariwisata kehilangan pekerjaan karena wisata ditutup, sehingga mengalami kesulitan ekonomi.

Jangankan memiliki fasilitas gawai pintar, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja rasanya berat. Akibatnya, anak-anak tersebut tidak bisa belajar dan pilihan yang muncul hanyalah bekerja membantu orang tua.

Kondisi ini menggugah Gede Andika untuk turut membantu anak-anak sekolah supaya tetap bisa belajar meskipun dalam kondisi yang sulit. Riset dilakukan secara mendalam untuk mengetahui secara pasti jumlah anak-anak sekolah kurang mampu yang bisa diberikan bantuan. Berbekal data yang jelas dan kerja sama tim yang apik, Gede Andika berhasil menggagas berdirinya sebuah tempat kursus Bahasa Inggris yang diberi nama KREDIBALI.

2.KREDIBALI sebagai sarana untuk menimba ilmu

Suasana pembelajaran Bahasa Inggris di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

KREDIBALI menjadi wadah bagi anak-anak sekolah, terutama jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Desa Pemuteran untuk belajar bahasa dengan cara yang menarik. Gerakan ini juga diimbangi dengan pengetahuan untuk melestarikan lingkungan.

Bahasa Inggris adalah subjek yang diajarkan di sini. Bahasa ini dipilih karena meskipun Desa Pemuteran merupakan desa wisata, sayangnya banyak penduduk usia muda hingga dewasa yang tidak menguasai Bahasa Inggris.

Literasi lingkungan dimulai dari awal ketika siswa mendaftar di KREDIBALI. Para siswa diharuskan membayar dengan sampah plastik rumah tangga yang sudah dipilah. Sampah plastik ini dihitung per kilogram, lalu diserahkan kepada pihak Plastic Exchange, lembaga nirlaba bank sampah Bali yang bekerja sama dengan KREDIBALI. Nantinya, sampah plastik yang sudah terkumpul akan ditukarkan dengan beras untuk dibagikan kepada warga Desa Pemuteran yang kurang mampu, terutama lansia.

3.Metode pembelajaran yang sistematis dan terukur

Suasana pembelajaran Bahasa Inggris di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Ada tiga kategori siswa yang berhak mengikuti pembelajaran di sini, yaitu berasal dari keluarga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), atau siswa yang orang tuanya terdampak pandemik, terutama yang bekerja di sektor pariwisata.

Pre-test dengan metode Cambridge dilakukan di awal masuk untuk mengidentifikasi siswa berdasarkan kemampuan Bahasa Inggris. Hasil tes menentukan apakah siswa akan belajar di kelas basic, junior, atau general.

Peningkatan kemampuan siswa diukur secara kuantitatif melalui ujian yang meliputi tes tertulis dari materi yang sudah diajarkan, writing test untuk menilai penguasaan tata bahasa, dan membuat project dari sampah plastik yang kemudian dipresentasikan dengan menggunakan Bahasa Inggris di depan kelas sebagai speaking test.

4.Ada upacara kelulusan

Suasana pembelajaran Bahasa Inggris di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

KREDIBALI mengadopsi sistem pembelajaran layaknya sekolah formal. Siswa yang tidak berhasil lulus ujian harus mengulang lagi dari awal. Bagi siswa yang berhasil dinyatakan lulus, maka mereka berhak mendapatkan sertifikat kelulusan.

Tidak hanya itu, kelulusan juga dirayakan dengan upacara. Pada acara tersebut, siswa diberi panggung untuk unjuk kebolehan berbahasa Inggris melalui berbagai pertunjukan seperti drama atau orasi, sehingga semakin mengasah kemampuan dan kepercayaan diri siswa. Gede Andika ingin agar anak didiknya punya mimpi yang besar dan berani mewujudkannya.

5.Inovasi yang dilakukan KREDIBALI agar tidak sekadar menjadi tempat kursus Bahasa Inggris

Siswa-siswi KREDIBALI mengumpulkan sampah plastik yang sudah dipilah agar bisa mengikuti pembelajaran di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

KREDIBALI tidak hanya menjadi wadah belajar Bahasa Inggris bagi anak-anak Desa Pemuteran. Di sini anak-anak juga diajarkan berbagai soft skill, salah satunya adalah mengolah sampah plastik menjadi barang yang memiliki nilai seni. Diungkapkan Gede Andika, ada anak didiknya yang memiliki kreativitas tinggi dan berhasil mengolah sampah plastik menjadi kolase yang apik untuk dipresentasikan menggunakan Bahasa Inggris.

Selain itu, program ini juga bertujuan untuk menggugah sisi kemanusiaan dengan melibatkan anak-anak tersebut untuk belajar bersedekah dengan cara menukar sampah plastik rumah tangga yang sudah dipilah dengan beras untuk dibagikan kepada lansia kurang mampu. Jadi, tujuan akhirnya agar anak-anak Desa Pemuteran mahir berbahasa Inggris, pandai menjaga lingkungan, serta memiliki rasa empati yang tinggi.

6.Patuh protokol kesehatan

Siswa-siswi wajib cuci tangan dan memakai masker dengan benar sebelum mengikuti pembelajaran di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Ketika pertama kali mengutarakan ide pembentukan KREDIBALI kepada pihak pemerintah Desa Pemuteran, Gede Andika sempat mendapatkan kendala. Kekhawatiran akan munculnya klaster baru menjadi alasan utama pemerintah desa meragukan gagasan tersebut. Namun, Gede Andika tidak menyerah dan sudah siap dengan rancangan pembelajaran yang mematuhi protokol kesehatan ketat.

Kelas diadakan setiap hari Minggu pukul 09.00--14.00 WITA yang dibagi ke dalam tiga sesi. Setiap kelas hanya akan diisi 25 siswa dan satu tutor. Sebelum memasuki ruangan, siswa wajib mencuci tangan dan memakai masker dengan benar.

Tempat duduk di ruang kelas juga sudah diatur memenuhi syarat jarak minimal untuk menghindari transmisi virus. Penerapan protokol kesehatan ini sangat baik sehingga tidak pernah ditemukan adanya kasus jangkitan COVID-19 di kalangan siswa KREDIBALI hingga saat ini.

7.Banyak lansia yang sudah merasakan manfaat dari keberadaan KREDIBALI

Salah satu lansia penerima bantuan beras dari KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Gede Andika menyampaikan, sejak didirikan Mei 2020 hingga akhir tahun 2021 ini, jumlah sampah plastik yang berhasil dikumpulkan untuk diserahkan kepada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu melalui organisasi Plastic Exchange sudah mencapai 412 kilogram. Sesuai keterangan di awal bahwa sampah plastik tersebut akan ditukarkan dengan beras.

Laporan terakhir menyebutkan, ada 147 lansia yang mendapatkan bantuan beras dari KREDIBALI. Kebanyakan lansia tersebut memang sudah tidak bisa bekerja atau orang tua yang ekonominya bergantung kepada anak, sedangkan sang anak kehilangan pekerjaan akibat pandemik. Tentu saja bantuan ini sangat meringankan beban para lansia tersebut.

8.Sempat ditentang orangtua calon siswa

Salah satu orangtua siswa KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Gede Andika mengungkapkan, gerakan KREDIBALI sempat mendapat tentangan dari orang tua calon siswa. Mereka khawatir kegiatan ini akan mengganggu pembelajaran dari sekolah dan ketakutan bahwa di akhir kursus nanti akan dimintai sejumlah uang untuk pembayaran. Namun, Gede Andika menjelaskan bahwa siswa bisa belajar dan membayar dengan sampah plastik yang sudah dipilah.

Namun, sekarang kondisinya justru berbalik. Orang tua siswa telah merasakan betul perubahan positif pada anak-anak mereka yang sekarang lebih fasih berbahasa Inggris dan peduli dengan lingkungan. Bahkan, tidak jarang ditemui orang tua siswa yang bersedia mengantar dan menunggu hingga anaknya selesai belajar. Hal ini membuat Gede Andika dan segenap tim KREDIBALI merasa bahagia dan semakin semangat dalam menebar kebaikan.

9.Kerja keras yang menorehkan capaian membanggakan

Suasana pembelajaran Bahasa Inggris di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Kerja keras Gede Andika dan tim KREDIBALI ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Terdapat perbedaan yang signifikan pada anak-anak sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran di KREDIBALI. Sekarang, anak-anak jadi lebih mahir berbicara dengan Bahasa Inggris.

Selain itu, kesadaran untuk menjaga lingkungan semakin tumbuh. Hal ini dibuktikan dari laporan orang tua siswa yang mengatakan anak-anak mereka jadi pandai memilah sampah berdasarkan kategori di rumah. Orang tua pun jadi ikut terdorong untuk mengikuti hal positif yang dicontohkan putra-putri mereka.

Kontribusi positif ini berhasil mengantarkan Gede Andika meraih penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra Indonesia. Gede Andika dinobatkan sebagai penerima apresiasi kategori khusus, yaitu Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19.

10.Harapan untuk KREDIBALI

Gede Andika, penggagas sekaligus tutor di KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Saat membagikan kisahnya di Indonesia Writers Festival (IWF) 2021 dengan topik “Write with Your Heart, In-depth Article” pada Sabtu (30/10/2021), Gede Andika menyatakan ia berharap agar KREDIBALI bisa lebih impactful. Dengan begitu, gerakan ini memberikan peluang besar bagi anak-anak kurang mampu, khususnya di Desa Pemuteran, agar bisa belajar bahasa Inggris dan kedepannya bahasa internasional lainnya.

Tidak lupa, Gede Andika juga mengajak lebih banyak anak muda asli Desa Pemuteran untuk turut bergabung dalam kegiatan yang diselenggarakan KREDIBALI. Tujuannya, agar bisa memberikan dampak positif yang lebih luas, terutama memunculkan adanya sinkronisasi antara pendidikan, lingkungan, dan parisiwata.

Gede Andika telah berhasil mengajak anak-anak di desa kelahirannya untuk tekun belajar dan berani bermimpi, sesulit apa pun kondisi yang sedang dialami. Semoga semakin banyak putra-putri bangsa yang tergerak untuk mengikuti jejaknya dalam membangun negeri supaya generasi yang akan datang menjadi lebih berkualitas dan memberikan banyak manfaat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team