Saat seseorang yang sedang depresi menuliskan perasaannya di media sosial, dua jenis respon akan didapatkan. Respon pertama adalah orang-orang yang memberikan dukungan agar dia segera terbebas dari depresi. Respon kedua adalah orang-orang yang terus mengolok dia.
Alangkah baiknya kita memilih untuk menuliskan komentar yang bersifat memberikan dukungan positif saja, atau minimal kita mendiamkan postingan semacam itu. Jangan malah semakin memperkeruh suasana.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Brian A. Primack MD, PhD bersama lima orang lainnya dengan judul The Association Between Valence of Social Media Experiences and Depressive Symptoms pada tahun 2018 dan masuk dalam jurnal Depression and Anxiety dari Universitas Pittsburgh memaparkan bahwa setiap kenaikan 10% dalam interaksi media sosial negatif yang dialami seseorang, risiko depresi mereka meningkat secara signifikan sebesar 20%. Sebaliknya, setiap kenaikan 10% dalam pengalaman positif, risiko depresi turun sampai 4%.
Studi tersebut mempertanyakan hampir 1.200 siswa antara usia 18-30 tahun tentang penggunaan media sosial mereka, dan apakah pengalaman mereka dengan hal itu biasanya positif atau negatif.
Tentu studi ini semakin menguatkan bahwa media sosial sangat memiliki andil dalam menumbuhkan depresi seseorang. Tugas kita adalah berusaha meredamnya, minimal dengan tidak meninggalkan komentar negatif di postingan seseorang.