Puasa memiliki arti menahan lapar, haus dan juga hawa nafsu sejak dari matahari terbit hingga terbenam. Tentu saja puasa akan terasa ringan jika lingkunganmu juga menunaikan kewajiban yang sama sepertimu.
Lalu, bagaimana jika kamu berada di tengah orang-orang yang mayoritas beragama non-muslim? Hal ini sempat menjadi menjadi tantangan besar bagi Ardianto Tanadjaja.
Saat kuliah di Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Ardi tinggal bersama keluarga besarnya yang mayoritas beragama non-muslim.
Ardi menceritakan pengalamannya berpuasa sendirian, serta kemandiriannya menyiapkan segala kebutuhan puasanya sendiri. Lelaki 22 tahun itu kini tengah bekerja sebagai Project Manager Gapura Digital.
Saya kuliah di Surabaya, sehingga harus tinggal bersama papa dan saudara-saudara saya di Madura, Jawa Timur. Saat itu adalah tahun pertama saya menempuh bulan puasa di keluarga papa saya yang mayoritas beragama non-muslim.
Awalnya memang sangat berat, karena saya harus menjalani sahur dan buka sendirian. Bahkan, terkadang saya juga harus melihat saudara-saudara saya makan dengan lahapnya di siang bolong.
Tak jarang mereka terheran-heran dengan ibadah puasa yang saya jalani. Mereka juga sempat menanyakan bagaimana bisa saya kuat menahan lapar dan haus dari pagi hingga petang.