Tidak tebang pilih, pandemik COVID-19 telah sangat mempengaruhi setiap titik kehidupan. Di mana ekonomi dan pendidikan, menjadi sektor yang dampaknya sangat terasa hingga pelosok nusantara.
Peningkatan pengangguran, kemiskinan yang semakin memprihatinkan, pendidikan yang mendadak berubah menjadi momok di beberapa wilayah pelosok, hingga anak-anak yang akhirnya terpaksa harus meninggalkan sekolah.
Setidaknya, itulah realitas pahit yang ditemui oleh I Gede Andika Wira Teja, pemuda asal Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali, sekembalinya ia ke kampung halaman usai beberapa tahun meninggalkan tanah kelahirannya untuk menyelesaikan studi.
Kala itu, ia sedang mengamati tempat tinggalnya yang terlihat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. “Tampak sepi, tidak ada bule wara-wiri," ujarnya.
Sebagai lulusan ekonomi, Gede Andika awalnya berniat untuk mengulik dampak pandemi terhadap sektor ekonomi di Desa Pemuteran. Namun, ia menemukan fakta lain, bahwa selama pandemi, anak-anak tidak belajar dan tidak pergi ke sekolah, semua sistem pembelajaran dilakukan secara daring (online) sesuai aturan Pemerintah Pusat.
Desa Pemuteran adalah sebuah kampung di pelosok Bali yang lokasinya diapit oleh pesisir dan perbukitan. Sumber daya alamnya memang mampu menarik wisatawan hingga mancanegara. Sayangnya, perkembangan digital tak semenarik yang ditawarkan alam Pemuteran.
“Banyak anak yang tidak memiliki gawai untuk belajar. Seandainya punya pun, mereka tidak bisa membeli kuotanya,” jelas Gede Andika.
Ia khawatir, jika anak-anak dibiarkan tidak belajar, akan menambah angka putus sekolah di Kabupaten Buleleng. Di mana menurut data Kemendikbud Tahun 2015/2016, Kabupaten Buleleng merupakan kabupaten dengan angka putus sekolah tertinggi di Provinisi Bali.
Untuk merespons dampak pandemi terhadap pendidikan di wilayah pelosok ini, Gede Andika akhinya menginisiasi program belajar gratis untuk tetap menjaga semangat dan produktivitas belajar anak-anak di Desa Pemuteran, yang ia beri nama KREDIBALI.