Menulis, menurut pengakuan Emma adalah hal yang amat disukainya sejak kecil. Ia bahkan memiliki folder khusus di laptopnya yang merupakan hasil tulisannya berupa cerpen dan cerbung. Sebelum bergabung di IDN Times Community, tulisan-tulisannya itu tak pernah ia tampilkan kepada siapa saja karena ia merasa minder terlebih ia pernah mendapat pandangan sebelah mata dari orang-orang sekitarnya.
Emma bercerita jika ia pernah diberitahu oleh gurunya bahwa ia tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menjadi seorang penulis berdasarkan hasil tes psikologis yang dilakukan oleh sekolahnya.
"Sekolah pernah mengadakan tes kecerdasan majemuk dan hasilnya ternyata aku gak memiliki kecerdasan linguistik. Dimana guruku pernah bilang kalau kecerdasan tersebut penting banget dimiliki oleh penulis sehingga mereka yang tidak memiliki kecerdasan linguistik tidak memiliki bakat sebagai seorang penulis," cerita Emma kepada IDN Times Community.
Mulai saat itu, ia mengaku down dan gairah menulisnya pun sempat hilang. Terhitung beberapa bulan semenjak tes yang diadakan sekolah tersebut, Emma tidak menulis karya lagi dan hanya fokus belajar.
Namun, lama-lama ada rasa kangen pada kebiasaan menulisnya tersebut. Beruntungnya, ia menemukan platform menulis IDN Times Community dan mulai kembali berkarya lewat tulisan. Berhasil terbitnya artikel-artikel yang ia buat dan mendapatkan reward berupa poin yang didapatnya jadi motivasi kembali bangkit dari keterpurukan di pandang sebelah mata akan kemampuannya di waktu yang lalu.
"Ada baiknya dulu aku sempat divonis gak cocok jadi penulis, aku jadi punya motivasi buat bangkit dan gak mau lagi dipandang sebelah mata. Lewat IDN Times Community ini aku membuktikannya. Asiknya lagi aku bisa menghasilkan uang sendiri sampai Rp2 juta yang aku gunakan untuk jajan dan memenuhi kebutuhan harian sekolahku. Jadi gak perlu minta uang orangtua lagi buat jajan!"