5 Sebab Orang Suka Adu Nasib, Butuh Tempat Curhat?

Singkatnya, orang suka adu nasib sering kali menimpali curhatanmu dengan cerita tentang kesusahannya sendiri. Teman berusaha menunjukkan realitas kehidupannya yang sama atau lebih pahit daripada isi curahan hatimu. Sebagai orang yang pertama berkeluh kesah, ini tentu menyebalkan buatmu.
Sikapnya seperti sama sekali gak berempati atas kesusahanmu. Apalagi ceritanya malah lebih panjang daripada ceritamu. Di akhir obrolan, dirimu tidak mendapatkan saran, dukungan, atau solusi apa pun darinya.
Bebanmu justru terasa bertambah berat selepas mendengar curhatnya. Walau bagimu ia kurang berempati, boleh jadi empatimu sendiri juga minim sehingga kamu abai akan lima hal berikut. Tak tahan lagi, dia pun mengadu nasibnya denganmu.
1. Capek mendengarkan keluhanmu
Apakah ini pertama kalinya dirimu curhat padanya atau sudah sering? Bila kamu kerap mengeluhkan apa saja padanya, boleh jadi kini ia sudah bosan mendengarnya. Dia ingin dirimu berhenti mengeluh padanya dengan menceritakan kesusahannya sendiri.
Harapannya, kamu menjadi sungkan terus membicarakan kesusahan-kesusahanmu. Apa yang dirimu alami mungkin saja belum ada apa-apanya dibandingkan penderitaannya. Kalaupun kamu tidak segera menyadari bahwa semua orang memiliki persoalan hidup, setidaknya rasa sebal mendorongmu lebih cepat pergi.
Dirimu memang perlu teman bicara, tetapi siapa pun juga bisa merasa lelah jika mesti terus mendengarkanmu. Apalagi ketika suasana hatinya kurang baik. Berkali-kali dirimu mencoba mengembalikan pembicaraan ke persoalanmu, lawan bicara tetap membalas keluhanmu dengan keluhannya sendiri.