Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan bekerja di sektor teknologi (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi perempuan bekerja di sektor teknologi (pexels.com/Alena Darmel)

Rasanya mustahil hidup di zaman sekarang tanpa adanya bantuan teknologi. Istilah teknologi sebenarnya adalah gabungan dari dua kata Yunani Kuno, yakni tekhne yang berarti seni, keterampilan, atau kerajinan tangan dan logia yang artinya kajian tentang keterampilan atau seni membuat sesuatu.

Oxford English Dictionary (OED) mencatat pertama kali penggunaan awal istilah technology alias teknologi sekitar tahun 1615. Pada abad ke-18 dan ke-19, teknologi merujuk pada alat atau metode dalam industri manufaktur. Kemudian, berkembang hingga ke abad 21, di mana teknologi diasosiasikan dengan digitalisasi, informasi, komunikasi, dan inovasi tinggi. 

Di awal perkembangannya, teknologi dianggap sebagai ranah laki-laki. Dilansir dari Spingerlink, di negara Barat, teknologi sangat dikaitkan dengan sifat maskulin. Figur insinyur yang heroik lekat dengan laki-laki, sehingga membuat perempuan berada di balik stereotip teknologi adalah untuk laki-laki.

Menurut Nathan Ensmenger, peneliti dari Indiana University Bloomington, dalam era awal komputasi, perempuan sebenarnya banyak berkontribusi sebagai programmer. Namun, ketika era komputasi sudah semakin profesional lewat program sarjana atau penguatan akademik, perempuan mulai tersingkir secara sistematis dari bidang tersebut, seperti dilansir dari TIME. 

Padahal, perempuan bukanlah hanya sekadar pengguna dari teknologi itu sendiri. Mereka nyatanya mampu menjadi salah satu inisiator dan inovator dalam teknologi di era digital. Kini, mereka menjadi pilar pertumbuhan teknologi, termasuk di Indonesia. Agar kamu makin percaya, ada beberapa bukti jika perempuan juga punya kontribusi signifikan dalam dunia teknologi.


1. Perempuan menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin di dunia digital

Alamanda Shantika (kiri) (instagram.com/alamandas) | Amanda Susanti Cole (kanan) (linkedin.com/sayurbox)

Pada 2025, kontribusi perempuan di sektor teknologi semakin diakui, meski memang masih ada tantangan dalam mencapai kesetaraan gender. Tercatat sudah 29 persen perempuan menjadi bagian dari tenaga kerja teknologi global, seperti dilansir dari Ambersof. Tren positif ini juga termasuk peningkatan perempuan jumlah perempuan yang menekuni pendidikan dan karier di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Math).

Perempuan menunjukkan taringnya di dunia teknologi, termasuk di Indonesia. Sudah ada banyak perempuan yang menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin di dunia digital. Mereka enggan dilabeli sebagai pengguna saja.

Dari data Google & Bain (2021), sekitar 20 persen perempuan di Asia Tenggara sudah menjadi pemimpin startup teknologi. Di Indonesia, ada Alamanda Shantika yang merupakan Founder dan CEO dari Binar Academy, sebuah perusahaan EdTech yang didirikan pada 2017. Melalui perusahaannya, ia ingin mengembangkan talenta digital di Indonesia melalui pelatihan intensif.

Ada pula Amanda Susanti Cole, CEO Sayurbox. Startup e-commece tersebut berfokus pada penjualan sayur dan buah dari petani lokal. Dengan teknologi dan aplikasi yang mumpuni, Amanda mampu menjadi mendistribusikan hasil panen petani lokal pada pembeli hanya dalam genggaman. Sayurbox menunjukkan kemajuan dan inovasi ada di tangan perempuan.

Alamanda dan Amanda adalah dua contoh dari banyak perempuan berbakat di bidang teknologi di Indonesia. Tidak cuma sebagai CEO, para peneliti teknologi perempuan, tenaga pengajar perempuan, dan lainnya juga berdampak pada kemajuan teknologi digital di Indonesia.

2. Gak cuma untuk diri sendiri, teknologi juga digunakan untuk memberdayakan sesama perempuan

ilustrasi perempuan bekerja di sektor teknologi (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Perempuan yang sudah memiliki pengaruh besar di teknologi digital tak lantas meninggalkan kaumnya. Seperti yang dilakukan Alamanda Shantika dan Amanda Susanti, mereka tak bisa bekerja sendiri, ada banyak perempuan di baliknya. Ini menandakan jika teknologi juga digunakan untuk memberdayakan sesama perempuan.

Transformasi digital di sektor pertanian juga terjadi di Indonesia. Sebanyak 1,3 juta petani perempuan di Lombok Timur menjadi agen penting penyebaran teknologi pertanian. Mereka menggunakan aplikasi PETANI untuk mengakses informasi langsung dari pakar guna mengatasi masalah di lahan dan meningkatkan produktivitas. Dengan begitu, petani perempuan tidak tertinggal dari segi penggunaan aplikasi digital.

UN Women (United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women) selaku PBB yang bertugas memajukan kesetaraan gender mengaku sudah menjangkau lebih dari 3.000 perempuan wirausaha di Indonesia guna memberikan pelatihan digital dan AI (Artificial Intelligence).

Melalui bekal tersebut, perempuan Indonesia memiliki keterampilan guna meningkatkan skala bisnis dan kontribusi ekonomi komunitas. Jaringan bisnis perempuan, lembaga publik, dan sektor swasta dikerahkan untuk memajukan lingkungan teknologi yang kondusif bagi pemberdayaan ekonomi perempuan, seperti dilansir dari UN Women.

3. Tantangan perempuan yang terjun di sektor teknologi masih ditemui

ilustrasi perempuan memimpin sebuah rapat (pexels.com/RDNE Stock Project)

Keterlibatan perempuan dalam era teknologi digital memang sudah menunjukkan kemajuan. Namun, bukan berarti tidak ada tantangan yang masih menghalangi. Bias dan stereotip gender masih terjadi pada perempuan yang terjun di sektor teknologi.

Perempuan masih sering dianggap kurang teknis atau tidak sekompeten laki-laki dalam peran teknologi. Padahal, dalam penelitian yang dilakukan North Carolina State University pada 2016, ditemukan bahwa kode yang ditulis perempuan dalam sebuah sistem lebih sering diterima daripada laki-laki.

Kurangnya representasi dan role model perempuan dalam dunia teknologi juga jadi tantangan selanjutnya. Di Indonesia mungkin sudah ada, tetapi jumlahnya masih sedikit jika dibandingkan negara maju lainnya. Kenapa itu bisa terjadi pada kebanyakan negara berkembang?

Menurut data Global Gender Gap Report 2023 dalam World Economic Forum, perempuan mendominasi hampir 50 persen posisi entry level, tetapi proporsinya menurun 25 persen saat naik ke tingkat lebih tinggi. Bahkan, di sektor STEM, angkanya turun jauh lebih tajam hingga 12 persen di level eksekutif.

Perempuan bukan hanya pengguna dari nikmatnya kemajuan teknologi di era digital saat ini. Mereka bisa menjadi pencipta, inovator, dan penggerak dari majunya teknologi itu sendiri. Buktinya sudah ada, kini tinggal memberikan jalan dan kesempatan pada perempuan untuk berkontribusi lebih banyak dalam sektor teknologi. Kamu siap menyambut kesetaraan dalam sektor teknologi, gak, nih?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team