“Aku bisa mengalami kejadian ini dan syukurnya bisa bangkit. Tapi bagaimana dengan teman-teman lain yang mengalami hal yang sama dan tidak tahu mereka harus ke mana? Ini menjadi motivasi agar hal seperti ini tidak terjadi atau kalaupun terjadi, mereka (korban kekerasan seksual) tahu hidup mereka tidak berhenti di situ,” -- Mariana Yunita
Belakangan, sulit menghitung betapa banyaknya kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual yang naik ke permukaan, baik di media sosial maupun portal berita. Kisah-kisah menyayat hati itu diiringi pula dengan respons aparat yang dinilai kurang peduli atau bahkan menunjuk korban sebagai pihak terdakwa.
Banyak yang menganggap bahwa ini merupakan hal yang baru karena sebelumnya, kita jarang mendengar kabar kasus kekerasan seksual secara berturut-turut dalam satu waktu. Namun sayangnya, kenyataan tidak seperti itu. Kekerasan seksual selalu terjadi, di mana pun, kapan pun, dan terhadap siapa pun walau tidak terdengar di telinga kita secara langsung.
Salah satu cara untuk meminimalkan kasus-kasus serupa adalah dengan memberikan edukasi mengenai hak kesehatan reproduksi dan seksual (HKSR) terhadap anak dan remaja. Inilah yang menjadi fokus Mariana Yunita Hendriyani Opat, seorang perempuan muda asal Nusa Tenggara Timur selama 5 tahun belakangan.
Perempuan yang akrab disapa Tata ini mendirikan Tenggara Youth Community, sebuah komunitas yang bergerak di bidang edukasi kesehatan seksual dan reproduksi di NTT. Gerakan ini menjadi secercah harapan untuk meruntuhkan tembok besar ketabuan yang membuat anak dan remaja rentan menjadi korban kekerasan seksual.