Perjuangan Teman Autis untuk "Memanusiakan" Penyandang Autisme

Masih ingatkah kalian dengan kasus perundungan mahasiswa autis di sebuah kampus di Indonesia pada tahun 2017? Kasus itu menjadi bukti bahwa tidak semua orang di Indonesia bisa menerima teman-teman autis dengan tangan terbuka. Bahkan hingga sekarang, stigma negatif terhadap penyandang autisme di Indonesia masih kerap dirasakan. Teman-teman autis sering dipandang sebelah mata, bahkan tak jarang mendapatkan perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekitarnya.
Keresahan ini juga dirasakan oleh Alvinia Christiany, seorang desainer interior sekaligus Co-founder dari sebuah komunitas sosial bernama Teman Autis. Bersama enam orang lainnya, mereka memiliki satu visi yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang autisme supaya para penyandang autis bisa lebih nyaman hidup berdampingan dengan orang lain.
Terdengar hebat, bukan? Tapi sebenarnya perjuangan Alvinia dan perintis lain dari Teman Autis tidak semudah itu, lho. Berikut kisahnya.
1. Didasari oleh keresahan pribadi
Sebagai orang yang pernah menjadi korban perundungan di bangku sekolah, Alvinia tahu betul bagaimana rasa sakitnya ketika mendapat perlakuan tidak adil. Namun pengalaman buruk itu tidak menghalangi Alvinia untuk terus berkembang. Justru dari pengalamannya, Alvinia mengusahakan supaya kejadian serupa tidak terjadi pada orang lain.
Saya tidak ingin (perundungan) itu terjadi pada orang lain, terutama kepada teman-teman autis, yang mana (penyebabnya) bukan karena salah mereka.
Semua orang, termasuk teman-teman autis, pastinya ingin diterima dengan baik di masyarakat. Sentimen tersebut pada akhirnya menjadi salah satu motivasi terbentuknya komunitas Teman Autis ini.