Meski menjadi kaum minoritas yang berpuasa di negeri orang, Rizqi tetap bersyukur karena tingginya toleransi yang ia alami sendiri. "Tak ada orang yang menghalangi saya menunaikan kewajiban ini. Bahkan saya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ada nilai kesetaraan dan keikhlasan ketika bulan puasa di Inggris," tuturnya.
University of Birmingham, menurut Rizqi, merupakan kampus yang toleran. Tak terkecuali terhadap mahasiswa minoritas. "Mahasiswa bisa meminta izin dosen pengajar ketika waktu salat telah tiba," ujarnya.
Biasanya, bus-bus tingkat merah yang menjadi ikon Inggris ditulisi pesan-pesan keislaman. Begitu juga beberapa pejabat, organisasi, media bahkan klub sepak bola di Inggris turut menyampaikan kegembiraan menyambut Ramadan. Sesama WNI pun saling bertoleransi.
"Tak ada sekat dalam memeriahkan bulan ramadan. WNI non-muslim ikut membantu persiapan acara atau membantu memasak makanan untuk berbuka," kata Rizqi. Meski ramadan tahun ini ia bisa melihat iklan sirup lagi, tapi bagi Rizqi, Inggris memberikan pengalaman Ramadan yang berwarna dan takkan pernah ia lupakan.