Press conference peluncuran buku "RAPIJALI" dari Dee Lestari pada Jum'at (22/1/2021). IDN Times/Tyas Hanina.
Pada manuskrip asli "RAPIJALI", Dee mengambil latar suasana di Garut pada masa 90'an awal. Setelah membedah naskahnya, ia merasa latar belakang tempat tersebut sudah gak relevan dengan suasana yang ingin dibangunnya.
Sampai suatu hari, pesawat yang ditumpanginya mendarat di bandara lain, ia pun menemukan titik terang dari proses melanjutkan naskahnya.
"Saat itu pesawat kami kena kendala cuaca, akhirnya harus mendarat darurat di Pangandaran (Batu Karas). Waktu itu saya ketiduran dan gak sadar, begitu bangun rasanya kangen karena sudah lama banget gak ke sana," ungkap Dee.
Setelah bertahun-tahun gak mengunjungi Pangandaran, Dee merasa suasana kehidupannya masih belum banyak berubah. Dari sana ia pun merasa bahwa lokasi ini bisa jadi latar tempat yang cocok untuk manuskrip barunya.
"Setelah itu, saya kembali lagi ke sana setelah beberapa bulan. Kebetulan ada teman saya yang emang orang asli sana, dia pun menghubungkan saya dengan masyarakat lokal," ujar Dee. Baginya, riset tempat akan sangat menentukan jalannya cerita planet Ping yang ada di benaknya.
Ia pun menambahkan, "Selain itu adah riset tentang musik. Karena itu bidang saya, gak harus riset jauh-jauh. Tapi, tetap ada hal teknis yang gak sesederhana yang saya bayangkan".
Jia Effendy selaku editor dari "RAPIJALI" pun membagikan pengalamannya menyunting buku tersebut.
"Ada beberapa bagian yang saya baca lebih dari 2 kali. Bagian yang bikin saya ngakak pertama kali, tetap bikin saya ngakak setetelah 2-3 kali baca," tuturnya.
Memasukkan unsur humor dalam suasana seserius apa pun rupanya juga telah menjadi karakter penulisan Dee dan menjadi hiburan tersendiri baginya.
"Selalu ada keinginan alamiah untuk mengencerkannya di dalam humor. Yang jelas, satu hal yang harus saya pegang: ketika menulis adegan lucu, saya juga harus tertawa menulisnya," pungkasnya sambil tersenyum.