Bagi Sandra, ada banyak masalah sosial yang berakar dari kurangnya pemahaman tentang edukasi seksual. Ada juga tradisi-tradisi yang memosisikan perempuan sebagai makhluk yang kurang berdaya atau warga kelas dua.
"Paling nyata kan dari budaya patriarki. Tapi, juga ada budaya yang menabukan seksualitas. Kalau keduanya digabung, ya parah efeknya, terutama untuk generasi muda," katanya.
Salah satu kekeliruan utama dari permasalahan ini adalah anggapan sex education mengajarkan cara berhubungan seksual. "Ada panduan yang sudah dibikin oleh UNFPA, itu sangat komprehensif tentang edukasi seks. Di mana setiap jenjang usia diajarkan materi yang berbeda," ujar Sandra.
Ada pun topik edukasi seksual itu meliputi materi tentang pengenalan diri. Dengan belajar tentang anggota tubuh, termasuk juga organ reproduksi. Pembelajaran ini juga mengajari anak-anak tentang bagaimana cara merawat tubuh dan menjaga kesehatannya.
"Lalu, bagaimana cara berkomunikasi dengan orang-orang yang bisa dipercaya ketika ada hal yang gak normal. Atau, membuat mereka gak nyaman. Gimana sih cara mencari pertolongan dan menghadapi orang yang melecehkan atau melakukan kekerasan seksual," tutur Sandra.
Dokter kelahiran 1987 ini juga membahas bahwa materi edukasi seksual itu juga akan menambah wawasan anak-anak tentang cara memilah informasi di internet. Sekaligus, mencari pertolongan ketika ada yang melakukan kekerasan seksual secara online.
Pemikiran yang kritis tentang pentingnya edukasi seks kepada anak muda juga harus diawali dengan kesadaran dan wawasan yang mendalam untuk para guru dan orang tua. "Karena bagaimana pun, stigma kemudian berkembang jadi diskriminasi itu kan berawalnya dari kurangnya informasi. Jadi, pengetahuan atau edukasi adalah kunci dari permasalahan ini," celoteh Sandra.
Seperti yang sudah disinggung pada poin sebelumnya, Sandra juga menyoroti pentingnya memiliki perspektif kesetaraan gender bagi para tenaga kesehatan. "Kesetaraan bukan memberikan hal yang sama ke semua pihak, tapi kita harus bisa mengakomodir kebutuhan masing-masing pihak," katanya.
Kesetaraan menjadi salah satu nilai atau filosofi yang berusaha selalu dibawa Sandra pada Dokter Tanpa Stigma. Ia memulainya dari langkah-langkah kecil seperti saat ia membuat edukasi tentang menstruasi.
Dijelaskannya, "Aku mengganti pronounce-nya dengan gak menyebut perempuan saja, tapi juga individu. Karena menstruasi gak hanya terjadi pada perempuan, tapi juga gender lain. Sedangkan, ada juga perempuan yang gak menstruasi."