potret program SAUS dari Reza Riyady untuk alirkan air bersih di Desa Ban, Bali (dok. pribadi/Reza Riyady)
Reza kemudian membuat sebuah gerakan bernama Bali Tersenyum ID. Dari sini, kemudian muncul program Sumber Air untuk Sesama (SAUS). Program pengadaan akses air bersih bagi masyarakat di Desa Ban, Karangasem, Bali Timur yang dilakukan dengan prinsip Community as Partner, yaitu mengajak masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya dengan bantuan kita. Dengan begitu, mereka nantinya bisa mandiri dan tidak bergantung pada pihak mana pun.
Reza kemudian turun langsung ke lapangan untuk melakukan berbagai pengamatan dan riset. Ia yang berasal dari Klungkung, Bali bagian tenggara, rela menempuh lebih dari 2 jam perjalanan agar ide yang digagasnya benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat setempat.
Desa Ban merupakan wilayah di area Bali Timur yang tergolong tandus. Kondisi ini diperparah dengan jalanan yang belum sepenuhnya beraspal. Bahkan, tercatat per 2025 ini, 50 persen jalan di Desa Ban masih berupa tanah sehingga berdebu dan berkerikil. Ini membuat akses jalan menuju desa tersebut sulit dilalui.
Air bersih di desa ini sulit didapatkan karena beragam faktor. Mulai dari kondisi geografis yang cenderung kering, adanya deforestasi, hingga pengalihan fungsi lahan yang membuat ketersediaan air tanah berkurang.
"Saya ke sana lihat sendiri, masyarakatnya harus jalan jauh, 5 kilometer, cuma buat ambil air. Jalannya itu berbatu, nanjak, terus motornya aja kadang sampai harus didorong," kenang Reza saat dirinya terjun langsung untuk melihat kondisi Desa Ban pada 2019 lalu.
Dari kunjungan itu, Reza melihat bahwa persoalan utama di desa tersebut memang tentang akses air bersih. Karena masalah itu, warga akhirnya kesulitan untuk menerapkan pola hidup bersih. Reza masih mengingat jelas bagaimana anak-anak di sana tampak berpakaian kumal karena air untuk mencuci pun sulit didapatkan.
Ia menuturkan, "Mereka bukan gak mau melakukan hal itu (pola hidup bersih). Bukan bebal, tapi mereka gak punya akses untuk air bersih. Bayangkan, Bali yang semaju itu, tapi ada kisah pilu di tengahnya."
Lebih dari itu, Reza juga mendapatkan sebuah fakta mengejutkan. Air bersih pernah dijual di Desa Ban dengan harga yang tidak masuk akal, mencapai Rp100.000 per jeriken. Warga yang tidak mampu hanya punya dua pilihan, berjalan jauh ke sumber air atau menunggu donasi yang tak kunjung datang karena medan yang sulit.