Dewasa bukan hanya perkara angka pada usia. Ada orang yang umurnya masih muda, tetapi sikapnya menunjukkan kedewasaan yang lebih tinggi. Namun ada pula yang sebaliknya, terkesan kekanak-kanakan walau usia terus bertambah.
Inilah yang membuat orang-orang di sekitarnya kerap tidak nyaman, merasa direpotkan, bahkan kesal. Penilaian mereka tentang kurangnya kedewasaan seseorang didasarkan pada delapan sifat berikut ini.
Makin bertambah usia seseorang seharusnya kemampuannya dalam memperhatikan orang lain serta lingkungannya juga makin tinggi. Sebaliknya, keinginannya menjadi pusat perhatian orang-orang terdekatnya menurun.
Akan tetapi, pribadi yang kedewasaannya di bawah usianya cuma ingin terus dicurahi perhatian. Gak peduli ada orang di sekitarnya yang lebih perlu dipedulikan, ia tetap berusaha menarik seluruh atensi orang-orang pada segala tentangnya. Misalnya terkait masalah, kebutuhan, dan keinginannya saja.
Orang dengan kedewasaan yang tidak berkembang seperti anak-anak yang terjebak dalam tubuh individu dewasa. Dia gak pernah mau mengalah pada siapa pun. Ia tidak malu melakukannya di depan orang yang lebih muda.
Bahkan pada anak kecil, termasuk anaknya sendiri kala dia telah menjadi orangtua. Contoh nyata perilakunya adalah menomorsatukan pemenuhan keinginannya sendiri ketimbang membiayai sekolah anak.
Kendali diri seharusnya dimiliki oleh orang yang sungguh-sungguh dewasa. Ketika usianya lebih muda, ia mungkin mudah emosi dan gak bisa berpikir panjang. Akan tetapi seiring bertambah kedewasaannya, semestinya emosi ini reda.
Rasa kesal barangkali masih sering muncul. Namun, perilakunya makin terkendali. Kesabarannya meningkat dan seseorang mampu memikirkan berbagai konsekuensi dari tindakan yang kurang bijaksana ketika dikuasai emosi negatif.
Kemampuan dalam mengambil keputusan juga menjadi tanda berikutnya apakah seseorang dapat disebut dewasa atau tidak. Pribadi yang selalu bingung memutuskan bahkan terkait kehidupannya sendiri berarti kedewasaannya tidak berjalan beriringan dengan pertambahan usia.
Secara umur, ia sudah dibebaskan oleh orangtua untuk mengambil keputusan sendiri. Akan tetapi, dia tidak melangkah maju dan mengambil kesempatan itu. Ia tetap kerap bimbang dan akhirnya meminta orang lain memutuskan sesuatu untuknya.
Sekalipun sesuatu yang menimpanya sama sekali tidak berhubungan dengan orang lain, tetap saja ia akan menyalahkannya. Lebih-lebih bila terkait keputusan orang lain untuknya, seperti dalam penjelasan poin sebelumnya.
Kecenderungan melemparkan seluruh tanggung jawab pribadi pada orang lain menunjukkan betapa penakutnya seseorang menghadapi realitas. Dia ingin orang lain yang mengambil tindakan guna memperbaiki keadaannya.
Orang yang amat dewasa sekalipun dapat saja suatu waktu mengalami kesulitan finansial sehingga butuh bantuan. Bedanya dengan pribadi yang gak dewasa, ini jarang terjadi. Sedang orang yang pertambahan usianya tak dibarengi kedewasaan menjadikannya kebiasaan.
Tidak ada usaha untuk menutupi kesulitannya dalam hal ekonomi. Ia malah selalu ingin dikasihani. Bahkan usahanya dalam mencari nafkah pun gak ditingkatkan dalam kondisi seperti ini. Ia lebih suka menodong bantuan dari orangtua, mertua, dan saudara-saudaranya.
Ini sama dengan kesukaan anak kecil mengambek ketika keinginannya gak kesampaian. Padahal, individu yang betul-betul dewasa seharusnya mengutamakan komunikasi setiap ada masalah. Jika ia menerapkan silent treatment, persoalan gak bakal selesai.
Dia malah terkesan memaksa siapa pun buat memenuhi keinginannya. Buktinya, ia baru berhenti bungkam kalau kemauannya diikuti. Dia tak pernah bisa menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya.
Orang dengan kedewasaan kurang biasanya menjalani kehidupan yang berantakan. Rutinitasnya tidak jelas. Ini disebabkan oleh rendahnya kemampuannya dalam mengarahkan hidup.
Dia tidak punya tujuan untuk masa depannya sendiri. Ia tak mengenali diri dengan baik. Dia menghabiskan usia dengan ketidaktahuan akan melakukan apa dan untuk apa.
Lalu, bisakah orang yang kedewasaannya di bawah usianya berubah? Kemungkinan itu tetap ada. Namun, biasanya baru terjadi kalau ada peristiwa besar yang menempa mentalnya. Apabila kehidupannya relatif aman dari guncangan, ia justru nyaman dengan sifatnya yang kekanak-kanakan.